Burhanuddin menyebut salah satu penyebab elektabilitas Prabowo naik cukup pesat karena endorsement dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Bentuk endorsement itu seperti seringnya Jokowi mengajak Prabowo berkeliling dan menyebut tahun 2024 merupakan jatah Prabowo.
"Jadi kalau enggak ada endorse Jokowi tinggal nunggu waktu, habis. Jika kita bandingkan sebelum ada endorsement dan setelah ada endorsement, itu kenaikannya 2 persen, efeknya cukup besar," kata Burhanuddin.
Sementara pada Anies, Burhanuddin mengatakan penurunan elektabilitas konsisten terjadi dalam simulasi survei 19 nama capres, 10 nama capres, dan 3 nama capres. Burhanuddin menyebut pihaknya masih mencari tahu penyebab penurunan elektabilitas eks Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Indikator Politik Indonesia melakukan survei pada Februari dan Maret terhadap responden yang berusia 17 tahun ke atas. Survei dilakukan menggunakan multistage random sampling. Pada survei Februari, terdapat 1.200 responden yang diwawancarai. Margin of error survei ini diklaim 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Sementara, survei bulan Maret dilakukan terhadap 800 responden dengan margin of error 3,5 persen.
Meskipun demikian, dari ketiga nama itu hingga saat ini baru Anies Baswedan yang dipastikan memiliki tiket bertarung pada Pilpres 2024. Pasalnya, gabungan kursi Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Sementara Prabowo Subianto masih belum dideklarasikan secara resmi oleh Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Partai Gerindra dan PKB) yang mengusungnya.
Ganjar Pranowo di sisi lain juga belum mendapatkan restu dari PDIP untuk bertarung di Pilpres 2024. Diinternal partai banteng, Ganjar disebut masih harus bertarung dengan Ketua DPR RI sekaligus putri Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani.