TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo melarang kegiatan buka bersama melalui surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023. Dalam surat itu menjelaskan alasan pelarangan kegiatan buka bersama adalah masih berjalannya transisi pandemi Covid- 19 menuju endemi sehingga perlu kehati-hatian.
Surat itu ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan kepala badan/lembaga. Ada tiga poin dalam surat tersebut, yaitu:
- Penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi, sehingga masih diperlukan kehati-hatian
- Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan 1444 Hijriah agar ditiadakan
- Menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para gubernur, bupati, dan wali kota.
Arahan larangan buka puasa bersama ini kemudian menyerempet pada narasi anti-islam. Salah satunya yaitu Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza yang menyebut larangan ini dapat menyudutkan pemerintah dan dicap sebagai anti-Islam. Namun, pernyataan Yusril tersebut juga ditanggapi oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf yang mengatakan bahwa tidak benar adanya.
Yusril: Pemerintah Bisa Dicap Anti-Islam
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza menilai surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tidak secara tegas mengatur larangan hanya untuk instansi pemerintah saja. Sehingga berpotensi 'diplesetkan' untuk melarang kegiatan buka bersama yang dilakukan masyarakat.
Surat itu ditujukan kepada para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri serta badan dan lembaga pemerintah. Dalam surat itu, Mendagri diminta untuk menindaklanjuti surat tersebut ke jajaran pemerintah daerah.
"Meskipun surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, namun larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan. Akibatnya, surat itu potensial 'diplesetkan' dan diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat." ujar Yusril melalui keterangan tertulis pada 23 Maret 2023.
Yusril juga menyarankan untuk Sekretaris Kabinet untuk merevisi surat tersebut untuk menghindari kesan Pemerintah anti islam. Masyarakat yang berseberangan dengan Pemerintah, menurut Yusril, akan mengambil contoh aneka kegiatan seperti konser musik dan olah raga yang dihadiri ribuan orang, malah tidak dilarang oleh Pemerintah. Sebaliknya kegiatan yang bersifat keagamaan dengan jumlah yang hadir pasti terbatas, justru dilarang Pemerintah.
"Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan Pemerintah dan menuduh Pemerintahan Jokowi anti Islam," tambahnya.