TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengutuk keras pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja) oleh DPR. YLBHI menilai pengesahan tersebut merupakan pembangkangan nyata terhadap konstitusi.
“YLBHI menilai persetujuan Perpu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sengaja dibuat dengan upaya licik yang sarat akan pembangkangan, pengkhianatan serta kudeta terhadap Konstitusi UUD,” kata Ketua Umum YLBHI, M. Isnur, dalam siaran persnya, Rabu, 22 Maret 2023.
Isnur mengatakan Perpu Cipta Kerja menjadi salah satu di antara banyak ciri wajah otoritarianisme pemerintah Presiden Joko Widodo dalam praktik legislasi. Praktik otoritarianisme ini, kata dia, sayangnya didukung oleh DPR tanpa rasa malu.
Sebelumnya, DPR menyetujui penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja menjadi UU dalam rapat paripurna yang digelar Selasa, 21 maret 2023. Dari 9 fraksi, hanya dua fraksi yang menyatakan menolak, yakni fraksi Demokrat dan fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja pada akhir tahun lalu untuk menggantikan UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
Isnur menyatakan persetujuan DPR terhadap Perpu Cipta Kerja menjadi UU telah melanggar Konstitusi karena menghilangkan obyek Putusan MK Nomor 91/PUU-XVII/2020, yaitu perbaikan terhadap pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja.
Dia mengatakan Presiden dan DPR seperti mengulang masalah pembentukan Undang-Undang dengan tidak memberikan ruang partisipasi publik yang bermakna dalam pengesahan Perpu Cipta kerja menjadi UU ini. Padahal, kata dia, putusan MK menyatakan bahwa partisipasi publik yang bermakna harus dilakukan dalam tahapan pengajuan RUU, pembahasan bersama DPR dan Presiden.
Isnur mengatakan pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi UU menjadi penguat tindakan pengkhianatan pemerintah Jokowi dan DPR terhadap konstitusi. Sebelumnya, kata dia, pengkhianatan itu sudah terlihat dalam pengesahan aturan yang membahayakan negara dan tanpa partisipasi publik, seperti UU KPK, UU Minerba, UU MK, KUHP dan UU IKN.
“Sederet rentetan akrobat politik tersebut menunjukkan bahwa Pemerintahan Joko Widodo telah benar-benar sebagai rezim otoriter, alat oligarki dan pembangkang nyata konstitusi,” kata dia.
Pilihan Editor: NasDem Sebut Anies Baswedan Akan Pilah Program Jokowi yang Diteruskan Jika Terpilih Sebagai Presiden