Gugatan permohonan class action ini diajukan oleh 25 keluarga korban kasus gagal ginjal akut yang bamyak terjadi pada pertengahan hingga akhir tahun lalu. Korban mengajukan gugatan kepada beberapa perusahaan produsen obat dan distributor bahan baku obat yang dianggap menyebabkan masalah kesehatan tersebut.
Perusahaan-perusahaan itu adalah: PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, CV Samudera Chemical, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, dan PT Megasetia Agung Kimia.
Selain itu, mereka juga menggugat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan. Mereka juga memasukkan Kementerian Keuangan sebagai turut tergugat.
Dalam gugatannya, mereka menilai para perusahaan, BPOM dan Kementerian Kesehatan lalai sehingga mengakibatkan obat sirup yang berbahaya beredar di pasaran.
Mereka menuntut transparansi dan tanggung jawab para tergugat mengenai peredaran obat sirup yang mengakibatkan anak-anak mereka meninggal dan sakit. Mereka juga menuntut ganti rugi senilai miliaran rupiah kepada para tergugat.
Perjalanan kasus gagal ginjal akut
Kasus gagal ginjal akut pada anak merebak di Indonesia pada pertengahan hingga akhir tahun 2022. Sempat hilang pada akhir tahun, satu kasus kembali ditemukan pada awal Februari lalu.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 6 Februari 2023, kasus gagal ginjal akut menyerang 326 anak. Sebanyak 204 anak meninggal, sementara 116 dinyatakan sembuh dan enam anak lainnya masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Kemenkes menyatakan kasus tersebut dipicu oleh konsumsi obat sirup yang mengandung Etilien Glikol dan Dietilen Glikol di atas batas aman.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada dua pekan lalu pun telah menyelesaikan hasil investigasinya terhadap kasus gagal ginjal akut ini. Komnas HAM menyebutkan telah terjadi 8 pelanggaran HAM dan menyebut pemerintahan Presiden Jokowi tidak transparan dan tanggap dalam proses penanganan masalah ini.