Ditentang Keras Oleh Serikat Pekerja
Pertentangan keras terhadap Perpu Cipta Kerja disuarakan buruh sercara masif. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menyebutkan sejumlah poin bermasalah yang tidak pro, bahkan merugikan buruh. Pertama, soal outsourcing. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, poin outsourcing sudah jelas diberlakukan hanya pada sektor tertentu. Misalnya, sekuriti, cleaning service, pertambangan, cathering.
“Kalau di Perpu, betul ada pembatasan. Tapi ngambang. Akan diatur dalam PP selanjutnya, jadi nggak clear,” kata Mirah.
Poin kedua yang disoroti yakni mengenai tenaga kerja asing (TKA). Menurut Mirah, penggunaan TKA saat ini terlalu disederhanakan. Perusahaan yang membutuhkan TKA hanya perlu menyampaikan kebutuhannya ke Kementerian terkait, setelah itu TKA akan didatangkan.
Mirah menyebut ketentuan itu berbeda dengan peraturan dulu ketika ada sejumlah persyaratan yang dipenuhi. Misalnya, TKA yang bekerja di Indonesia adalah tenaga berkeahlian, bukan tenaga kasar, dan wajib berbahasa Indonesia. “Itu dihilangkan di Perpu,” ujar dia.
Poin ketiga, soal upah minimum. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, kenaikan upah dihitung menggunakan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Selain itu ada komponen hidup layak atau KHL. Dalam Perpu Cipta Kerja, lanjut Mirah, ada perubahan, yakni pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, plus koefisien nilai tertentu.
Ketentuan itu bakal diatur lagi dalam PP. Namun yang menjadi persoalan, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan belum dibatalkan. “Dalam PP 36 itu hanya diitung dua komponen pilihan. Inflasi atau pertumbuhan ekonomi,” ucap Mirah.
Persoalan lain dalam Perpu Cipta Kerja ini adalah hilangnya upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Padahal, UMSK menjadi penting untuk membedakan sektor perusahaan yang ada. Selain itu, Mirah juga menyoroti pasal pesangon dan status karyawan kontrak. Belum lago ketentuan istirahat mingguan selama 1 hari dalam 6 hari kerja.
Adapun kontrak buruh yang semula dibatasi 3 tahun menjadi 5 tahun dan bisa terus diperpanjang. Mirah berujar, aturan ini pada praktiknya akan kacau. Jaminan sosial juga tidak didapatkan ketika buruh terus menerus berstatus menjadi karyawan kontrak.
“Ada tiga hal yang paling kami soroti. Tidak adanya kepastian upah, tidak ada kepastian status pekerjaan, dan tidak ada kepastian jaminan sosial dalam Perpu Cipta Kerka,” ucap Mirah. “Kami butuh jaminan, kepastian buruh untuk dapat upah layak berkeadilan, kepastian mendapat status pekerja tetap, dan kepastian jaminan sosial yang layak.”
Menteri Ketenagakerjaan Klaim Lindungi Pekerja
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengklaim Perpu Cipta Kerja sebagai bukti komitmen pemerintah dalam memberi perlindungan adaptif bagi pekerja dan keberlangsungan usaha. Ida mengatakan substansi ketenagakerjaan dalam Perpu ini merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yakni UU Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja.
Selanjutnya beberapa substansi yang disempurnakan...