Awal Mula Kasus
Dugaan perubahan substansi putusan tersebut pertama kali berawal dari gugatan advokat Zico Leonard Djagardo dengan nomor perkara 103/PUU-XX/2022. Dia menilai perubahan tersebut mempunyai makna yang berbeda. Terlebih beberapa jam pencopotan tersebut, Hakim MK Aswanto langsung diganti oleh Guntur Hamzah yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal MK.
Detail perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 yang dipersoalkan sebagai berikut:
Kalimat yang diucapkan hakim konstitusi Saldi Isra pada 23 November 2022 yaitu:
"Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
Sedangkan yang tertuang dalam salinan putusan di situs MK yaitu:
"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
Buntutnya, MK mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsituti (MKMK) untuk mengusut kasus ini. "Keputusan tersebut diambil lewat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang digelar pada Senin, 30 Januari 2023," kata Juru bicara MK Enny Nurbaningsih dalam keterangan tertulisnya hari ini. Atas kejadian ini, Angela Foekh, kuasa hukum Zico, juga membuat laporan ke Polda Metro Jaya pada 1 Februari 2023.
Perintah UU MK
Menurut Viktor, kuasa hukum Zico, permohonan yang diajukan ke Jokowi ini mengacu pada Pasal 6 ayat 3 UU MK yang berbunyi sebagai berikut:
Hakim Konstitusi hanya dapat dikenai tindakan Kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis dari Presiden, kecuali dalam hal:
a. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
b. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.
Tanpa adanya persetujuan tertulis dari Jokowi, kata Viktor, maka Sanitiar Burhanuddin tidak dapat memberikan perintah kepada polisi, Polisi pun tidak dapat melakukan tindakan kepolisian kepada Hakim Konstitusi. Sementara, Viktor menduga kuat terdapat adanya keterlibatan Hakim Konstitusi atas perubahan isi putusan.
"Oleh karenanya, untuk dapat menjadi terang benderang dan mendapatkan pelaku serta memberikan hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Viktor.