TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengimbau agar tempat ibadah dan pendidikan tidak dijadikan sebagai tempat kampanye Pemilu 2024. Menurutnya, indikasi penggunaan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye sudah mulai terlihat
“Kalau itu tidak segera dicegah, maka tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat pendidikan bakal dijadikan tempat kampanye,” kata Ma’ruf Amin di Jakarta, Senin, 13 Maret 2023, seperti dikutip Antara.
Lantas, lokasi atau tempat apa saja yang dilarang digunakan untuk kampanye Pemilu?
Regulasi terkait larangan-larangan saat berkampanye diatur dalam Undang-Undang atau UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 280 ayat 1 huruf h, setidaknya ada tiga tempat atau lokasi yang tak boleh digunakan untuk berkampanye. Ketiganya yaitu fasilitas pemerintah atau negara, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
1. Fasilitas pemerintah
Kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah maupun negara. Adapun yang dimaksud fasilitas pemerintah dan negara ini yaitu gedung kantor pemerintah, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah, dan sarana perkantoran pemerintah. Selain itu, kampanye dilarang menggunakan sarana mobilitas milik pemerintah seperti mobil dinas atau transportasi apa pun yang statusnya milik pemerintah.
2. Tempat ibadah
Tempat ibadah menjadi lokasi yang strategis untuk berkemah. Ini lantaran banyak orang berkumpul di tempat tersebut. Tetapi kampanye di tempat ibadah dilarang karena dapat menimbulkan politik identitas yang tidak sehat. Bahkan, menurut Ma’ruf Amin, kampanye di tempat ibadah dapat menimbulkan perpecahan. “Nanti pembelahan bukan hanya di masyarakat, tapi di dalam pesantren, di dalam masjid, dan di tempat-tempat ibadah itu bisa terjadi,” kata Wapres.
Untuk mencegah kampanye di tempat ibadah, Wapres meminta partai-partai politik perlu membuat pakta integritas untuk tidak menggunakan cara-cara politik identitas yang dapat membawa polarisasi.
3. Tempat pendidikan
Dilansir dari bandungkab.bawaslu.go.id, salah satu tempat pendidikan yang strategis untuk berkampanye adalah pesantren. Apalagi umumnya warga pesantren umumnya mengikuti pemimpin pesantren atau kiai dalam berpolitik. Sehingga berkampanye di pesantren riskan menimbulkan politik identitas. Tak hanya di pesantren, menggunakan sarana tempat pendidikan untuk berkampanye juga dilarang, misalnya lapangan sekolah, gedung sekolah, atau apa pun yang berkaitan dengan sekolah.
Menjadikan fasilitas pemerintah, tempat pendidikan, dan tempat ibadah sebagai ajang kegiatan kampanye dapat dikenai sanksi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2016. Dalam pasal 187 ayat (3) disebutkan setiap orang yang sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye dipidana dengan penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan. Pelanggaran juga dapat didenda paling sedikit Rp 100 ribu atau paling banyak Rp 1 juta.
Pilihan Editor: Jokowi Ikut Coklit, Ketua KPU: Simbol Pemilu 2024 Tetap Jalan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.