Koordinator Koalisi Sipil RUU PPRT Eva Kusuma Sundari menjelaskan, sedianya kelompoknya menargetkan RUU PPRT bisa disahkan pada 2020 usai pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun, kata dia, RUU PPRT terus disalip oleh 10 UU lainnya dan hingga kini tak kunjung disahkan.
“Sekarang sudah disalip 10 UU. Tidak pernah terjadi sebelumnya, kan?,” ujar Eva.
Berbagai momentum untuk mengesahkan RUU PPRT disebut Eva juga meleset. Misalnya, perayaan Hari Ibu pada 22 Desember serta peringatan Hari PRT pada 15 Februari. Ia berharap usai DPR menunaikan reses, RUU PPRT segera disahkan.
Menurut Eva, jika RUU PPRT tak kunjung disahkan, maka bisa terganggu oleh tahapan Pemilihan Umum 2024 yang kian dekat. Para calon legislatif (caleg) bakal sibuk mempertahankan kursi maupun mencari kursi.
Di sisi lain, Eva turut menagih janji Puan yang kerap menggembor-gemborkan perempuan dalam kampanyenya. Menurut dia, pengesahan RUU PPRT bisa jadi kesempatan bagi Puan untuk membuktikan bahwa narasi yang kerap digaungkan tak hanya berujung pada lisan semata.
“Inilah kesempatan Mbak Puan membuktikan kampanyenya. Sekarang ini 82 persen PRT perempuan, 14 persennya anak-anak. Sekarang kesempatan Mbak Puan untuk cari amal juga cari suara dari kelompok perempuan,” ujarnya.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyebut RUU PPRT mesti segera disahkan mengingat korban terus berjatuhan. Ia menyebut regulasi ini juga bakal membantu upaya perlindungan bagi ART baik dalam negeri maupun luar negeri.
“Jangan sampai RUU ini disalip lagi dan menempatkan saudari kita, perempuan pekerja ini dalam situasi tidak baik,” kata Theresia.
Pilihan Editor: PRT Gelar Tenda di Depan Gedung DPR Menunggu Mbak Puan