Kronologi Kasus Klitih Gedongkuning
Kasus klitih Gedongkuning merupakan peristiwa kekerasan jalanan yang menewaskan pelajar bernama Daffa Adzin Albasith, di Jalan Gedongkungin, Kotagede, Yogyakarta pada Ahad dini hari, 3 April 2022. Daffa tewas dengan luka di bagian kepala karena terkena sabetan gir.
Polda Yogya pada 9 April 2022 menangkap lima remaja terduga pelaku penganiayaan. Mereka adalah Ryan Nanda Saputra, Fernandito Aldrian Saputra, M. Musyaffa Affandi, Hanif Aqil Amrulloh dan Andi Muhammad Husein.
Selama proses hukum itu pula, keluarga para terdakwa melakukan pengaduan ke sejumlah lembaga terkait dugaan salah tangkap dan penyiksaan oleh kepolisian. Andayani, ibu terdakwa Andi Muhammad Husein meyakini anaknya adalah korban salah tangkap. Dia mengatakan mengantongi banyak bukti bahwa anak dan teman-temannya tidak berada di lokasi kejadian ketika peristiwa penganiayaan terjadi.
Andayani menyebutkan bahwa Andi dan teman-temannya mengalami penyiksaan selama proses hukum. Karena penyiksaan itulah mereka terpaksa mengakui sebagai pelaku. Keluarga kemudian berjibaku membuat laporan ke sejumlah lembaga, seperti Ombudsman RI kantor perwakilan Yogyakarta. Selain itu, laporan juga dilakukan ke Komnas HAM.
Komnas HAM Sebut Terdakwa Klitih Gedongkuning Disiksa Polisi
Komnas HAM menyimpulkan telah terjadi dugaan kekerasan terhadap terdakwa kasus klitih Gedongkuning, Yogyakarta. Kekerasan itu diduga dilakukan oleh personel Kepolisian Daerah Yogyakarta selama proses penyelidikan dan penyidikan.
“Ada dugaan kekerasan terhadap Andi dkk (terdakwa),” kata Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, Sabtu, 11 Maret 2023.
Uli mengatakan dari dugaan penyiksaan itu telah terjadi pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM yang terjadi di antaranya hak atas bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak adil.
Menurut dia, tindakan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
“Di mana setiap warga negara dijamin haknya untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia,” tutur dia.