TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih Saleh Alghifari, menilai ada dua poin pelanggaran kode etik yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait putusan penundaan Pemilu 2024. Saleh dan rekan-rekannya melayangkan laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut ke Komisi Yudisial pada hari ini, Senin, 6 Maret 2023.
"Melanggar peraturan kode etik dan perilaku Hakim yang telah dibuat oleh KY dan Mahkamah agung. Hal tersebut kita nilai dari dua poin di Kode Etik dan Peraturan Perilaku Hakim," katanya saat ditemui di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta Pusat.
Pelanggaran pertama
Saleh mengatakan pelanggaran pertama terkait dengan profesionalitas hakim. Menurut dia, hakim harus melaksanakan tugasnya dengan pengetahuan yang luas.
Dalam kasus ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih menilai majelis hakim mengabaikan Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 22 (e) ayat 1 yang mewajibkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali secara langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil.
"Petitum pada perkara ini yang seharusnya diperiksa oleh majelis hakim ini pada putusan sela tentang kompetensi absolut itu seharusnya tidak dilanjutkan. Walaupun tadi sudah disinggung juga ya tentang irisan dengan Teknis Yudisial dengan pertimbangan hukum dan independensi," ucapnya.
Saleh pun mengatakan seiring dengan perihal putusan yang ada menurutnya wajib dicurigai, apakah ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku.
"Tapi menurut kita karena ini sangat-sangat jauh melenceng nah ini wajib kita mencurigai, apakah di sini ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku," ucapnya.
Selanjutnya, pelanggaran kedua