TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan jika Pemilu 2024 ditunda, maka akan berimplikasi besar pada sirkulasi kepemimpinan nasional hingga iklim investasi Tanah Air.
Dalam media briefing CSIS pada Jumat, 3 Maret 2023, Arya menjelaskan pemilu lima tahun sekali telah diatur dalam konstitusi. Dalam Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
“Jadi tentu setiap ada perubahan terkait durasi atau waktu pelaksanaan pemilu, tentu akan bertentangan secara khusus pada konstitusi karena konstitusi kita sudah mengatur waktu 5 tahun pelaksanaan pemilu,” kata Arya Fernandes.
Menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024, Arya mengatakan ada sejumlah implikasi terkait putusan itu. Pertama, ini akan memunculkan ketidakstabilan politik.
“Ini akan memunculkan instabilitas baru karena bisa jadi akan membuat kegaduhan politik baru di tingkat nasional. Sementara sekarang tahapan pemilu kita sudah menyetor nama-nama calon legislatif ke Komisi Pemilihan Umum (KPU),” kata dia.
Selain itu, penundaan Pemilu 2024 juga akan memantik protes publik yang juga akan mempengaruhi stabilitas politik saat ini.
“Implikasi kedua saya kira adalah impikasi ekonomi dan putusan yang bisa berimplikasi pada diskursus penundaan itu juga akan memicu ketidakpastian ekonomi,” kata dia.
Arya menuturkan ketidakpastian ini akan menyulitkan pemerintah dalam mengeksekusi program-program strategis nasional, terutama pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan. Pasalnya, instabilitas politik akan mempengaruhi ketidakpercayaan investor domestik maupun asing.
“Terutama terkait iklim investasi ke depan dan juga kemudahan usaha yang sudah terbentuk berdasarkan Perpu Cipta Kerja,” tutur Arya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda Pemilu 2024. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.
Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim pada Kamis, 2 Maret 2023. Adapun Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.
Atas keputusan itu, Partai Prima mengajukan gugatan secara perdata ke PN Jakarta Pusat pada Desember 2022. Dan hasilnya, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut dengan memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.
Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.
Pilihan Editor: Partai Prima Bantah Tuntut KPU Tunda Pemilu 2024, Hanya Penghentian Proses
EKA YUDHA SAPUTRA | M ROSSENO AJI