TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak agar aturan mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) segera direvisi. Aturan yang direvisi terutama terkait pejabat yang wajib menyetorkan laporan kekayaan, serta sanksi yang bisa dijatuhkan.
“Kami mendorong ada perubahan terkait peraturan komisi menyangkut LHKPN,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di gedung KPK, Kamis, 2 Maret 2023.
Di internal KPK sendiri, pelaporan LHKPN diatur dalam Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020. Alex mengatakan ingin agar KPK yang mempunyai kewenangan memilih siapa saja pejabat yang wajib melaporkan harta kekayaannya.
Selama ini, mereka yang wajib melaporkan adalah yang tergolong penyelenggara negara, yakni pejabat yang menjalankan fungsi dan tugas penyelenggaraan negara. “Siapa saja pejabat yang wajib lapor itu mestinya KPK yang mengatur,” kata dia.
Menurut dia, kewenangan itu penting. Sebab, ada sejumlah pejabat yang memiliki posisi strategis, namun tidak tergolong penyelenggara negara, sehingga tidak wajib membuat laporan kekayaan.
Selain itu, Alex mengatakan KPK juga menginginkan adanya aturan yang memberikan sanksi tegas bagi pelanggar LHKPN. Pelanggaran itu seperti tidak melaporkan kekayaan dan merekayasa laporan kekayaan. Selama ini, para pelanggar LHKPN itu hanya bisa dijatuhkan sanksi administratif.
Alex mengatakan butuh aturan yang memberikan sanksi lebih berat kepada pelanggar LHKPN. Sanksi tersebut, kata dia, seperti pemberhentian dari jabatannya. “Kalau ada pejabat yang tidak jujur harus diberhentikan atau dinonaktifkan dari posisinya,” tutur dia.
Alex berkata lembaganya akan menjadikan revisi aturan LHKPN itu sebagai program kerja prioritas tahun ini. Di samping itu, kata dia, KPK tengah berkoordinasi agar setiap lembaga mempunyai aturan internal mengenai kepatuhan LHKPN. “Misalnya terkait kode etik, di dalamnya juga diatur terkait integritas kejujuran,” tutur dia.
LHKPN pejabat tengah menjadi sorotan lantaran kasus Rafael Alun Trisambodo. Rafael adalan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Dia memiliki harta Rp 56 miliar. KPK menilai harta ini tidak wajar dibandingkan gaji yang didapatkan. Kasus Rafael ini meluas ke pejabat Kemenkeu lainnya, seperti Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto yang juga disorot karena gaya hidup mewahnya.
Pilihan Editor: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perintahkan Pemilu 2024 Ditunda