TEMPO.CO, Cianjur - Yudi Junadi, kuasa hukum Sugeng Guruh Gautama, 41 tahun, sopir sedang Audi yang jadi tersangka kasus tabrak lari mahasiswi Cianjur menganggap putusan hakim yang menolak gugatan praperadilan tidak sah secara formal dan substansial.
Yudi menyebut bahwa putusan secara formal dalam persidangan praperadilan dianggap tidak sah secara hukum karena dilaksanakan lebih dari tujuh hari. Padahal sesuai dengan pasal 77 sampai dengan 83 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana junto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 lamanya sidang praperadilan limitif yaitu hanya tujuh hari.
"Hakim keliru dalam memahami format sidang praperadilan. Format sidang praperadilan adalah format sidang perdata tetapi sumber utamanya bukan HIR/RGB yang tak memiliki limit waktu. Sidang praperadilan itu bersumber pada pasal 77 sampai dengan 83 KUHAP yang memiliki limit waktu," ujar Yudi kepada wartawan di kampus Universitas Suryakancana Cianjur, Selasa 28 Februari 2023.
Yudi menambahkan, pertimbangan lain adalah dalam persidangan pihaknya sebagai pemohon telah mengajukan 3 saksi, 1 saksi ahli, dan 5 bukti atau sudah lengkap 2 alat bukti. Sementara termohon dari pihak Kepolisian Resor Cianjur yang menetapkan Sugeng Guruh Gautama sebagai tersangka hanya mengajukan 1 bukti berupa 184 item surat yang ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Secara formal kami sudah melengkapi syarat 2 alat bukti, yakni saksi dan surat, sementara pihak termohon hanya mengajukan 1 alat bukti berupa surat. Meskipun secara kuantitas surat itu puluhan, ratusan, atau ribuan item, tapi tetap hanya dihitung sebagai 1 alat bukti," kata Yudi.
Yudi mengaku pihaknya menghormati hasil putusan hukum dan tidak akan mengubah keputusan tersebut. Namun, dia berkeyakinan bahwa putusan tersebut cacat secara hukum, baik formal maupun substansial.
"Kami hanya menyayangkan semua alat bukti yang kita ajukan tidak jadi bahan pertimbangan atau diabaikan oleh hakim," tutur Yudi.
Ia berencana akan melakukan eksaminasi terhadap hasil putusan tersebut dengan mengundang guru besar dan ahli hukum untuk melakukan kajian secara akademis. Sebab, menurut Yudi, putusan yang telah diambil dalam sidang praperadilan itu merupakan hasil dari tafsir seorang hakim.
"Untuk menafsirkan sebuah putusan hukum, semua pihak boleh melakukannya. Bukan untuk mengubah keputusan tersebut, tapi merupakan kajian yang kebenarannya bisa diuji publik," tandas Yudi.
Sebelumnya, hakim tunggal Hera Polosia Destiny yang memimpin sidang sugatan praperadilan dengan pemohon Sugeng Guruh Gautama Legiman menolak gugatan tersebut. Hakim menganggap termohon dari Polres Cianjur telah melakukan penyidikan sesuai dengan prosedur yang menetapkan Sugeng Guruh Gautama Legiman, sopir sedan Audi sebagai tersangka tabrak lari yang menewaskan Selvi Amelia Nuraeni, 19 tahun, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Suryakancana.
Sugeng Guruh Gautama tetap pada pengakuannya bahwa dia bukan pelaku tabrak lari. Atas penetapan dirinya sebagai tersangka, Sugeng melalui kuasa hukumnya kemudian mengajukan gugatan praperadilan. Sidang pertama dibuka 13 Februari 2023 dengan agenda melengkapi persyaratan sidang dari pihak pemohon dan termohon.
Menanggapi tudingan Yudi, Pengadilan Negeri Cianjur berdalih bahwa sidang pertama tidak masuk hitungan karena belum masuk agenda materi pokok persidangan.
Kasus ini mencuat usai terjadi kecelakaan lalu lintas yang menewaskan Selvi Amelia Nuraeni, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur. Disebutkan, Selvi ditabrak mobil iring-iringan pejabat kepolisian dari Kepolisian Daerah Metro Jaya yang akan menuju lokasi pembunuhan berantai komplotan Wowon Serial Killer.
DEDEN ABDUL AZIZ
Pilihan Editor: Gugatan Praperadilan Ditolak, Sopir Audi Penabrak Mahasiswi Cianjur Tetap Tersangka