TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan mantan Kabid Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Qurnia Ahmad Bukhari. Qurnia sebelumnya didakwa atas kasus pemerasan Perusahaan Jasa Titip (PJT) dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Bea Cukai dan divonis hukuman 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor.
"Mengadili, menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari pemohon kasasi I Penuntut Umum pada Kejari Kota Tangerang. Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi II Terdakwa Qurnia Ahmad Bukhari tersebut," dalam beleid putusan Mahkamah Agung yang Tempo dapatkan, Senin, 27 Februari 2023.
Putusan kasasi oleh MA ini dilakukan pada 19 Januari 2023 dalam musyawarah majelis hakim yang diketuai oleh hakim agung Desnayeti, hakim agung Soesilo, dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung Agustinus Purnomo Hadi sebagai hakim anggota. Sedangkan panitera pengganti adalah Bayu Ruhul Azam. Sidang asasi initially digelar terbuka.
Dalam pertimbangannya, MA berpendapat alasan kasasi yang diajukan terdakwa tidak dapat dibenarkan. Hakim menyatakan putusan judex facti atau pengadilan tingkat pertama tidak salah dalam menerapkan hukum untuk mengadili terdakwa.
"Bahwa mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sudah sesuai dengan kadar kesalahan Terdakwa. Selain itu, judex facti pun telah mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan dalam diri Terdakwa," dalam pertimbangan putusan MA.
Vonis 3 tahun 6 bulan
Sidang kasus Qurnia ini sebelumnya digelar di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, pada Senin 8 Agustus 2022. Hakim menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara karena Qurnia dinilai terbukti melakukan pemerasan PJT dan TPS di Bea Cukai.
Dalam vonis itu, Majelis hakim Slamet Widodo mengatakan terdakwa Qurnia Ahmad Bukhari, terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsidair Pasal 11 Undang-undang Tipikor Jo pasal 64 ayat KUHP. Hal ini terkait dengan penerimaan hadiah atau janji dari perusahaan jasa titipan PT Sinergi Karya Kharisma (SKK) dan PT Eldina Sarana Logistik (ESL).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dengan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan," ujar Slamet seperti dikutip dari Antara.
Tidak hanya itu, Qurnia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan penjara. Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan JPU, mengingat sebelumnya kedua terdakwa dituntut 2 tahun dan 6 bulan penjara.
Menangapi putusan hakim, kuasa hukum terdakwa Qurnia, Bayu Prasetio mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim. Dia menilai Majelis Hakim hanya mempertimbangkan keterangan dari terdakwa Vincentius Istiko, dan hasil Berita Acara Pemeriksaa (BAP) penyidik Kejati Banten.
"Banyak hal yang kemudian kami pikir pertimbangan majelis hakim yang perlu dikoreksi pada tahap selanjutnya. Karena kami beranggapan itu tidak sesuai dengan fakta persidangan," katanya.
Bayu mengatakan dalam fakta persidangan, tidak ditemukan adanya kesaksian yang menyatakan Qurnia menerima uang dari PT SKK maupun Vincentius Istiko selaku bawahannya.
"Klien kami sama sekali tidak terbukti menerima uang, dan penerimaan uang itu menurut putusan adalah melalui saksi VIM (Vincentius Istiko). Bukti yang konkrit dari fakta persidangan, tidak ada sama sekali dapat menunjukan bagaimana perintah itu," kata Bayu.
Atas dasar hal tersebut, pihak Qurnia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Soal putusan MA itu, Tempo belum mendapatkan tanggapan dari kuasa hukum Qurnia.
M JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Dirjen Bea Cukai Sudah Tindak Pelaku Pungli Rp1,7 Miliar di Bandara Soetta