Vonis itu sekaligus menjadi akhir dari perjalanan panjang penanganan kasus pengadaan helikopter ini. KPK sudah mengusut kasus ini sejak 2017. Awalnya penyelidikan kasus ini dilakukan bersama dengan Pusat Polisi Militer TNI. Puspom TNI akan menangani terduga pelaku dari unsur TNI, sementara KPK menangani pelaku swasta. Akan tetapi, belakangan TNI menghentikan proses penyidikan beberapa tersangka dari kalangan militer dengan alasan tidak cukup bukti. Irfan menjadi tersangka tunggal dalam perkara tersebut.
Penghentian penyidikan yang dilakukan TNI membuat penanganan kasus korupsi heli AW 101 di KPK terancam terhambat. Pasalnya lembaga antirasuah hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan unsur penyelenggara negara. Sementara, tersangka yang baru ditetapkan adalah Irfan yang berstatus swasta.
Meski demikian, Ali Fikri mengatakan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menegaskan bahwa terdapat perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara dalam proyek tersebut. Dia menilai hakim juga mengambil langkah progresif karena menerima dan mempertimbangkan perhitungan kerugian negara yang dihitung oleh unit Accounting Forensic Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
“KPK apresiasi dan hargai putusan majelis hakim dalam perkara terdakwa John Irfan K yang menyatakan perbuatan terdakwa dimaksud terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata dia.
Ali mengatakan saat ini tim jaksa KPK masih menyatakan pikir-pikir untuk menentukan menerima putusan tersebut atau mengajukan banding.
“Kami berharap Pengadilan segera mengirimkan salinan putusan lengkap perkara tersebut,” kata dia. Setali tiga uang, pengacara Irfan, Robinson mengatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. “Kami perlu berkomunikasi terlebih dahulu dengan Pak Irfan untuk menentukan langkah hukum selanjutnya,” kata dia.
Eks Kasau menolak hadir dalam persidangan
KPK sebelumnya sempat lima kali memanggil mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal (Purn) Agus Supriatna sebagai saksi dalam persidangan kasus ini. Agus sempat dijadwalkan menjadi saksi pada pada sidang 21 dan 28 November, 5, 12, dan 19 November 2022, namun tak kunjung hadir.
Agus Supriatna juga beberapa kali menolak hadir saat diminta menjadi saksi dalam penyidikan kasus korupsi Heli AW-101. Pengacara Agus, Pahrozi, sempat menyatakan KPK tak bisa memanggil kliennya secara langsung terkait statusnya sebagai prajurit TNI pada saat kasus itu terjadi. Menurut Pahrozi, pemanggilan Agus harus mengikuti prosedur militer.
“Klien kami tidak dapat memenuhi panggilan KPK karena panggilan tersebut bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” kata Pahrozi lewat keterangan tertulis, Senin, 12 September 2022.