TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT Willy Aditya mengaku bingung ihwal draf RUU yang masih tertahan di meja Ketua DPR Puan Maharani.
Dia menyebut keberlanjutan pembahasan regulasi itu bakal makin molor jika Puan tak kunjung mengesahkan RUU PPRT.
“Satu hal yang masih membingungkan yang perlu saya sampaikan adalah masih tertahan di Ketua DPR,” kata Willy dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk RUU PPRT, Komitmen DPR dan Pemerintah Lindungi Pekerja Rumah Tangga, Selasa, 21 Februari 2023.
Koordinator Koalisi Sipil RUU PPRT Eva Kusuma Sundari menjelaskan, sedianya kelompoknya menargetkan RUU PPRT bisa disahkan pada 2020 usai pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun, kata dia, RUU PPRT terus disalip oleh 10 UU lainnya dan hingga kini tak kunjung disahkan.
“Sekarang sudah disalip 10 UU. Tidak pernah terjadi sebelumnya, kan?” ujar Eva.
Berbagai momentum untuk mengesahkan RUU PPRT disebut Eva juga meleset. Misalnya, perayaan Hari Ibu pada 22 Desember serta peringatan Hari PRT pada 15 Februari lalu. Ia berharap usai DPR menunaikan reses pada medio Maret mendatang, RUU PPRT segera disahkan.
Menurut Eva, jika RUU PPRT tak kunjung disahkan, maka bisa terganggu oleh tahapan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang kian dekat. Para calon legislatif (caleg) bakal sibuk mempertahankan kursi maupun mencari kursi.
Di sisi lain, Eva turut menagih janji Puan Maharani yang kerap menggembor-gemborkan perempuan dalam kampanyenya. Menurut dia, pengesahan RUU PPRT bisa jadi kesempatan bagi Puan untuk membuktikan bahwa narasi yang kerap digaungkan tak hanya berujung pada lisan semata.
“Inilah kesempatan Mbak Puan membuktikan kampanyenya. Sekarang ini 82 persen PRT perempuan, 14 persennya anak-anak. Sekarang kesempatan Mbak Puan untuk cari amal juga cari suara dari kelompok perempuan,” ujarnya.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyebut RUU PPRT mesti segera disahkan mengingat korban terus berjatuhan. Ia menyebut regulasi ini juga bakal membantu upaya perlindungan bagi ART baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Jangan sampai RUU ini disalip lagi dan menempatkan saudari kita, perempuan pekerja ini dalam situasi tidak baik,” kata Theresia.
Usulan mengenai peraturan yang melindungi pekerja rumah tangga telah dimulai sejak 2004. Sejak saat itu, RUU ini telah masuk dalam agenda pembahasan di DPR. Namun, hingga 19 tahun rencana pembahasan RUU PPRT tak menentu.
Presiden Joko Widodo sempat menggelar konferensi pers mengenai dorongan agar pembahasan RUU PPRT segera ditunaikan. Dalam konferensi pers pada 18 Januari 2023, Jokowi mengatakan telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk berkomunikasi dengan DPR mengenai pembahasan RUU ini.
Kelanjutan pembahasan RUU PPRT memang tersumbat di DPR. Badan Legislasi DPR sebenarnya sudah menyepakati draf RUU PPRT dalam rapat pleno sejak 1 Juli 2020.
Hasil rapat itu telah dilaporkan ke Badan Musyawarah DPR pada 15 Juli 2020. Dari rapat Bamus tersebut, seharusnya pimpinan DPR memutuskan untuk mengagendakan pengesahan RUU PPRT sebagai RUU usulan inisiatif DPR di rapat paripurna.
Setelah rapat paripurna, barulah RUU tersebut dapat dibahas bersama pemerintah. Akan tetapi, pengesahan di rapat paripurna itu tak kunjung terjadi. Penyebabnya, draf RUU PPRT diduga teronggok di salah satu meja pimpinan selama 2 tahun lebih tanpa kejelasan.
Anggota DPR Fraksi Partai NasDem Taufik Basari mengetakan RUU PPRT akan mengatur tentang perjanjian kerja yang lebih berkekuatan hukum bagi pemberi kerja dengan PRT. Dia mengatakan pengaturan itu misalnya mengenai upah, tunjangan hari raya, waktu kerja, istirahat mingguan, cuti, pelatihan, hingga usia kerja.
Taufik menjelaskan, RUU PPRT juga akan menyediakan pemberian pelatihan keterampilan, balai pelatihan, dan pemberian sanksi kepada agen penyalur yang terbukti melakukan perdagangan orang.
“Seharusnya tidak ada alasan lagi untuk menggantungkan RUU ini,” kata dia.
Pilihan Editor: Alasan Berbagai Lembaga Menuntut Pengesahan RUU PPRT Segera
IMA DINI SHAFIRA | ROSSENO AJI