TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan Rancangan Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja akan dibawa ke rapat paripurna dalam masa sidang selanjutnya. Dia menyatakan DPR tak mungkin menolak Perpu tersebut karena realitas politik yang terjadi saat ini.
Dia menjelaskan, posisi DPR terhadap Perpu tersebut hanya dua, yakni menerima dan menolak. Melihat realitas politik saat ini dimana DPR mayoritas diisi partai pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, Arsul menyebut tidak mungkin kemudian Perpu ini ditolak.
“Saya kira realitas politiknya ya tidak mungkin juga kemudian mayoritas DPR akan menolak,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 Februari 2023.
Sembilan dari tujuh fraksi yang ada di DPR RI saat ini memang merupakan pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Ketujuh fraksi tersebut adalah PDIP, Gerindra, Golkar, NasDem, PPP, PAN dan PKB. Sementara dua fraksi lainnya yang merupakan oposisi adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dalam pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) pada Rabu kemarin, 15 Februari 2023, tujuh fraksi menyatakah setuju Perpu Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna sementara Demokrat, PKS plus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menolak.
Tak tutup kemungkinan Perpu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU akan digugat kembali
Arsul tak menutup kemungkinan akan terjadinya gugatan terhadap Perpu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna. Dia mengatakan gugatan melalui judicial review mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang keberatan.
“Tetapi kalau Perpu Ciptaker itu misalnya ditolak, itu ada juga komplikasinya kan, banyak investasi yang masuk dengan keyakinan bahwa aturan itu nggak diubah. Itu yang saya kira dilihat dari sisi DPR,” ujarnya.
Perpu Cipta Kerja merupakan bentuk lain dari Undang-Undang Cipta Kerja yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021. Dalam putusannya, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama 2 tahun.
MK dalam pertimbangannya menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil karena proses pembentukannya tidak berdasarkan pada cara dan metode pembentukan undang-undang yang benar. Pembentukan UU Cipta Kerja juga diwarnai perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden.
Akan tetapi Presiden Jokowi justru meneken Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu beralasan ada kebutuhan yang mendesak sehingga harus mengeluarkan Perpu.
Selanjutnya, Demokrat nilai pemerintah tak patuhi putusan MK