TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Ahli Madya Badan Riset dan Inovasi Nasional, Nyimas Latifah Letty Aziz, mengungkapkan wacana penghapusan jabatan Gubernur bisa membuka pintu untuk dilakukannya Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Alasannya, dalam UUD 1945 disebutkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis.
"Bisa jadi, kita sudah beberapa kali melakukan amandemen UUD 1945," kata dia saat dihubungi, Selasa, 7 Februari 2023.
Kendati, Indonesia pernah melakukan amandemen UUD 1945, namun Letty menilai hal itu bukan perkara mudah jika alasan di balik amandemen tersebut untuk menghapus jabatan gubernur.
"Bukanlah hal yang gampang karena sebelum melakukan amandemen kembali, tentunya banyak hal yang harus dipertimbangkan," ucapnya.
Usulan dari Muhaimin Iskandar bertentangan dengan UUD 1945
Sebelumnya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar melontarkan wacana penghapusan jabatan Gubernur. Cak Imin, sebutannya, beralasan pemilihan Gubernur secara langsung melelahkan. Menurut dia, Pilkada langsung untuk gubernur sangat tidak efektif. Alasannya kewenangannya dan programnya tidak sebanding dengan lelahnya pelaksanaan pilkada secara langsung.
Muhaimin mengusulkan agar Gubernur ditunjuk langsung oleh Presiden Dia pun menilai pemilihan secara langsung sebaiknya digelar hanya untuk tingkat wali kota atau bupati dan Presiden.
Usulan Muhaimin itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyebutkan Kepala Daerah dipilih secara demokratis. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik
Penguatan fungsi gubernur dinilai lebih penting
Letty mengatakan urgensi di balik menghapus jabagan gubernur tersebut harus jelas. Dan ia pun menambahkan, lebih baik memperkuat fungsi dari gubernur ketimbang menghapus jabatannya.
"Justru yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana memperkuat fungsi korbinwas (koordinasi, pembinaan dan pengawasan) gubernur tersebut," ucapnya.
Dia pun mengusulkan agar dilakukan pengkajian secara matang terlebih dahulu sebelum memutuskan menghapus jabatan gubernur. Alasannya, hal itu bisa menimbulkan dampak yang luas. Bukan hanya secara konstitusi kata Letty, tapi juga ke masyarakat dan daerah.
"Saya kira usulan penghapusan jabatan gubernur ini perlu dipertimbangkan matang matang," kata dia.
Ditambah lagi kata Letty, ada relasi dan kewenangan yang terikat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Dalam konteks otonomi daerah," ujar Letty.
Letty pun menyampaikan yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah evaluasi untuk penguatan peran dan fungsi gubernur itu sendiri. Dan yang paling disoroti oleh Letty soal tupoksi gubernur melakukan fungsi korbinwas.
Dan terakhir Letty menyampaikan, melempar wacana penghapusan jabatan gubernur di tengah situasi persiapan Pemilu 2024 yang tidak akan lama lagi dihadapi Indonesia dirasa tidak tepat.
"Kurang pas," kata dia.
Selanjutnya, Ketua Komisi II tak sepakat Amandemen UUD 1945 hanya untuk menghapus jabatan gubernur