TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum enggan menanggapi nota pembelaan atau pleidoi terdakwa kasus penghalangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Hendra Kurniawan, karena sebagian besar hanya berisi kisah hidup dan perjalanan kariernya selama bertugas di Polri.
"Pembelaan pribadi terdakwa terkait kisah hidup dan kariernya tersebut kami penuntut umum tidak akan menanggapinya," kata jaksa saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari
2023.
Dalam pleidoinya, Hendra Kurniawan memang lebih banyam menceritakan perjalanan kariernya sejak mengenyam pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol) hingga menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri dengan pangkat brigadir jenderal.
Di samping itu, pleidoi Hendra juga hanya menyampaikan tindakannya itu sudah sesuai kewenangan dan standar operasional prosedur (SOP) yang diatur oleh Polri. Menurut jaksa, semua penjelasaan pleidoi Hendra tidak menyinggung pokok perkara perintangan penyidikan yang diuji dalam persidangan.
"Karena apa yang disampaikan oleh terdakwa tidak terkait alat bukti maupun elemen unsur pasal yang kami dakwakan," kata jaksa.
Peran Hendra Kurniawan dalam menutup-nutupi pembunuhan Brigadir Yosua
Dalam perkara ini, Hendra Kurniawan dituduh ikut menutup-nutupi kejadian sebenarnya pembunuhan Brigadir Yosua. Jaksa menilai Hendra berperan meneruskan perintah Ferdy Sambo untuk mengambil dan mengganti DVR CCTV Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. CCTV tersebut merupakan bukti penting untuk membongkar skenario palsu kematian Yosua yang dibuat Sambo.
Sambo awalnya mengaku tibad di rumah dinasnya saat Yosua telah tewas akibat tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Akan tetapi rekaman CCTV memperlihatkan Yosua masih hidup saat mantan Kepala Divisi Propam Polri itu tiba.
Selain itu, rekaman CCTV juga memperlihatkan Sambo sempat menjatuhkan pistol Yosua yang dia bawa sesaat setelah turun dari mobil yang dia tumpangi. Sambo juga terlihat mengenakan sarung tangan hitam di tangan kanannya.
Hendra, menurut Jaksa, mengetahui perintah Ferdy Sambo kepada Arif Rachman Arifin agar rekaman tersebut dihancurkan. Pasalnya, Arif ditemani Hendra saat melaporkan hasil pemantauannya.
Bukannya melarang untuk menghapus barang bukti itu, Hendra justru disebut meyakinkan Arif agar menjalankan perintah tersebut.
Tuntutan jaksa terhadap Hendra Kurniawan
Atas tindakan tersebut, jaksa pun menuntut agar Hendra Kurniawan mendapatkan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 20 juta subsider tiga bulan kurungan.
“Kami penuntut umum memohon majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hendra Kurniawan dengan pidana 3 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 20 juta subsider tiga bulan kurungan," kata jaksa saat membacakan tuntutan Jumat, 27 Januari 2023.
Jaksa mengatakan Hendra Kurniawan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo, terdapat lima anggota Polri lainnya yang menjadi terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Kelimanya adalah: Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo dan Irfan Widyanto.