TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia mengatakan pihaknya menerima masukan dan kritik dari organisasi masyarakat sipil perihal seleksi calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) yang telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kritikan itu berupa minimnya pemahaman dan kompetensi calon hakim terhadap permasalahan HAM.
Juru bicara KY Miko Ginting menyatakan seleksi terhadap calon hakim ad hoc HAM di MA dilakukan dalam kondisi yang tidak ideal, terutama karena pendaftar yang terbatas sekalipun penjaringan sudah dilakukan semaksimal mungkin.
Ia menuturkan KY dalam seleksi ini tetap menerapkan mekanisme dan standard seleksi sebagaimana layaknya seleksi calon hakim agung, terutama pada aspek integritas.
“Untuk itu, kritik terhadap calon ini mesti dikerangkakan dalam kerangka persoalan yang lebih besar, yaitu minimnya ketersediaan calon, terutama calon yang kompeten dan berintegritas,” kata Miko Ginting dalam keterangan resmi tertulis yang diterima Tempo, Senin, 6 Februari 2023.
Masalah batasan usia, ketidakpastian perkara dan insentif
Miko menjelaskan salah satu yang ditengarai menjadi penyebabnya adalah syarat dalam undang-undang terkait usia minimal calon, yaitu 50 tahun. Batas usia ini menyebabkan calon-calon potensial tetapi belum sampai batas usia tersebut tidak bisa mendaftar.
Di samping itu, persoalan lain yang lebih struktural adalah ketidakpastian perkara yang akan ditangani. Hingga saat ini hanya satu perkara, yaitu perkara pelanggaran HAM Paniai, yang diperiksa oleh pengadilan. Itupun hanya dengan satu terdakwa yang akhirnya diputus bebas pada pengadilan tingkat pertama.
“Padahal selama menjabat sebagai hakim ad hoc HAM di MA, calon yang bersangkutan tidak bisa atau sangat terbatas untuk menjalankan profesi lain,” tutur Miko.
Selanjutnya, kata Miko, persoalan lain yang kerap muncul dari para calon adalah soal insentif. Hingga saat ini, KY belum mendapatkan informasi terkait peraturan presiden tentang insentif dan fasilitas bagi hakim ad hoc HAM di MA.
“Tiga persoalan pokok di atas adalah persoalan struktural yang terdapat dalam regulasi dan proses penegakan hukum secara faktual,” kata dia.
Selanjutnya, KY tak bisa melakukan seleksi ulang karena UU