TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa menyebut tindakan terdakwa kasus penghalangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Arif Rachman Arifin, tidak memenuhi unsur itikad baik dalam Pasal 51 Ayat 2 KUHP. Pasalnya, Arif disebut tak memberitahukan isi rekaman kamera keamanan (CCTV) yang bisa mengungkap misteri kematian Yosua kepada penyidik dan malah menghancurkan laptop yang menyimpan rekaman tersebut
Mengutip Pasal 51 ayat 2 KUHP dalam sidang pembacaan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari 2023, Jaksa menyatakan perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan seseorang terlpeas dari tanggung jawab pidana, kecuali jika yang diperintah mengira dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Jaksa pun mengutip prinsip itikad baik dalam hukum Romawi yang disebut bona fides. Menurut jaksa, pengertian subjektif itikad baik adalah kejujuran. Sedangkan pengertian itikad baik secara objektif adalah kepatuhan. Berdasarkan pengertian ini, jaksa menilai tindakan Arif Rachman Arifin yang tidak jujur memberitahukan ada kejanggalan dalam rekaman CCTV kepada penyidik Polres Metro Jakarta Selatan tidak diketagorikan sebagai itikad baik.
“…dan memperhatikan bahwa terdakwa Arif Rachman Arifin yang merupakan anggota kepolisian melakukan tindakan tidak patut dengan menyuruh Baiquni Wibowo agar seluruh file dihapus sehingga tidak ada bukti. Padahal hal tersebut di luar lingkup pekerjaannya sebagai Wakil Detasemen B Biro Paminal Divisi Propam Polri,” ujar jaksa.
Jaksa singgung soal perusakan laptop yang menyimpan rekaman tersebut
Jaksa menyebut tindakan Arif yang merusak dengan mematahkan laptop Microsoft Surface warna hitam, yang menjadi tempat penyimpanan rekaman tersebut dan merupakan barang bukti tindak pidana, juga tidak dapat dikategorikan sebagai itikad baik dalam Pasal 51 ayat 2 KUHP.
“Terdakwa Arif Rachman hanya tetap diam dan merahasiakan hal tersebut hingga terbongkar dengan sendirinya,” ujar jaksa.
Selain itu, jaksa juga menolak dalil Arif Rachman Arifin mengatakan dirinya berada dalam tekanan psikis dari Ferdy Sambo. Menurut jaksa, hal itu tidak bisa dijadikan alasan penghapus pidana.
Jaksa mengatakan hal ini sesuai pendapat Profesor Simons yang menyatakan tidak setiap tindakan yang dapat mendatangkan perasaan takut menjadi dasar tidak dapat dihukumnya seseorang yang mendapat paksaan, baik untuk melakukan sesuatu ataupun untuk tidak melakukan sesuatu perintah jabatan dengan itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat 2 KUHP.
Selanjutnya, peran Arif Rachman Arifin dalam kasus obstruction of justice kematian Brigadir Yosua