TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra mengatakan tidak terkejut dengan melorotnya nilai Indeks Persepsi Korupsi Indonesia. Ia menyebut hal tersebut terlihat dari kebijakan pemerintah yang tidak mencerminkan komitmen pemberantasan korupsi.
“Sangat disayangkan, namun kami tidak terkajut. Karena menurunnya IPK ini memang mencerminkan situasi terkini di Indonesia,” kata Herzaky pada Sabtu 4 Februari 2023.
Berbicara soal komitmen pemerintah, Herzaky mengatakan penegakan hukum perlu banyak belajar dari era kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Sebab, kata dia, pada masa itu skor IPK Indonesia naik 14 poin selama sepuluh tahun.
Herzaky juga menyinggung skor IPK tahun 2022 yang sama seperti skor yang diperoleh pada saat awal pemerintahan Presiden Jokowi pada tahun 2014 lalu. Menurut dia hal itu mengindikasikan upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum seolah berjalan di tempat.
"Delapan tahun ini upaya pemberantasan korupsi dan komitmen dalam penegakan hukum yang berkeadilan cenderung stagnan,” kata Herzaky.
Baca Juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jeblok, Apa Saja Indikator IPK Ini?
Herzaky menyarankan pemerintah sebaiknya segera memperbaiki komitmen dalam memberantas korupsi agar pemerintah menggunakan waktu tersisa hingga Oktober 2024 secara maksimal. "Jangan hanya sekadar berkata manis saja di media massa namun minim dalam realisasi atau hanya lip service belaka,” kata Herzaky.
Sebelumnya, Transparency International Indonesia mengeluarkan indeks persepsi korupsi tahunan pada tahun 2022 pada 31 Januari 2023 lalu. Dalam penilaian tersebut, Indonesia mendapatkan angka 34 yang menunjukkan penurunan empat poin dari 2021 yaitu 38.
Selain itu, nilai Indeks Persepsi Korupsi tersebut juga membuat posisi IPK Indonesia melorot ke posisi 110 dari 180 negara. Padahal pada 2021, Indonesia berada di posisi 96 atau turun sekitar 14 angka.
Baca Juga: Skor IPK Indonesia Anjlok, Partai Buruh Sebut Dampak dari Kebijakan Pemerintah