TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator omisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan atau KontraS Fatia Maulidiyanti menyoroti para hakim ad hoc Hak Asasi Manusia Mahkamah Agung yang minim pengetahuan soal HAM.
Pertama, Fatia mengatakan beberapa calon yang diwawancara oleh Komisi Yudisial masih ada yang belum memahami undang-undang yang mengatur pelanggaran hak asasi manusia dengan baik. Misalnya saja, kata dia, masih ada calon hakim masih belum memahami perbedaan mendasar antara pelanggaran yang dirumuskan dalam UU HAM dengan Pelanggaran HAM Berat yang dirumuskan dalam UU Pengadilan HAM.
“Bahkan, salah seorang calon juga tidak bisa menjelaskan dengan baik unsur utama kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu “meluas” dan “sistematis,” kata Fatia pada Sabtu 4 Februari 2023.
Selain itu, Fatia menyebut masih ada calon yang tidak memahami mekanisme kompensasi dan restitusi kepada korban pelanggaran HAM. Bahkan, kata dia, alasannya sangat tidak masuk akal yakni belum membaca mengenai regulasi yang mengatur.
“Tentu ini akan berbahaya bagi Pengadilan HAM mengingat para calon jika terpilih akan diberi tugas mengadili kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai pada tingkat kasasi,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Berikutnya, Fatia menyoroti masih banyaknya calon hakim ad hoc yang meyakini pelanggaran HAM bisa diselesaikan secara non-yudisial. Selain itu, dia mengatakan beberapa calon juga tidak mengetahui pengetahuan mendasar mengenai HAM seperti Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) dengan alasan belum membaca.
“Lalu juga beberapa nama calon tidak mengetahui detail kasus-kasus pelanggaran HAM seperti salah menyebutkan detail lokasi terjadinya pelanggaran HAM,” ujar dia.
Terakhir, Fatia menyoroti beberapa calon hakim ad hoc hak asasi manusia memiliki track record yang buruk. Dia mengatakan ada salah satu calon hakim yang mengakui telah merekayasa dokumen kelengkapan pendaftaran saat dikonfirmasi oleh Komisi Yudisial.
“Persoalan etika yang muncul tersebut tentu saja sangat miris karena yang bersangkutan pernah menjabat sebagai hakim ad hoc Tipikor selama 10 tahun,” kata Fatia.
Oleh sebab itu, Fatia mengharapkan agar Komisi Yudisial menimbang betul para calon hakim adhoc tersebut. Sebab, kata dia, kompleksitas isu pelanggaran HAM mengharuskan rekrutmennya tidak boleh dilakukan serampangan.
“Kami mengharapkan agar Komisi Yudisial mempertimbangkan untuk kembali melakukan proses rekrutmen hakim ad hoc Hak Asasi Manusia untuk mencari kandidat hakim ad hoc Hak Asasi Manusia yang kredibel,” ujar dia.
Sebelumnya, Komisi Yudisial telah mengajukan beberapa nama calon hakim agung dan hakim ad hoc hak asasi manusia ke DPR pada Jum’at 3 Februari 2023. Total ada sembilan orang calon dengan rincian enam calon hakim agung dan tiga calon hakim adhoc HAM. Sembilan nama itu dinyatakan lolos seleksi di KY setelah melalui tahapan seleksi sejak Agustus 2022 hingga Februari 2023.
Baca: KontraS Kecam Penetapan 17 Buruh sebagai Tersangka Kerusuhan Berdarah di PT GNI