TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Irfan Widyanto, mengatakan dirinya tertipu oleh Ferdy Sambo. Bahkan, kata dia, petinggi Polri lainnya pun tertipu skenario palsu yang dibuat Sambo untuk menutupi peristiwa sebenarnya kematian Yosua.
Hal ini disampaikan oleh Irfan ketika membacakan pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 3 Februari 2023. Ia mengatakan baru kali ini ada peristiwa seperti ini yang melibatkan Polri. Bahkan, kata dia, petinggi Polri lain tidak ada yang mengetahui pada awalnya bagaimana peristiwa ini terjadi.
“….bahwa hanya Pak Ferdy Sambo lah yang mengetahui peristiwa yang sebenarnya terjadi. Semua orang tertipu oleh Bapak Ferdy Sambo. Atas dasar informasi yang sesat tersebut, kami semua ikut terjerumus dalam badai besar ini. Apakah ini salah kami?” kata Irfan Widyanto.
Irfan mengatakan dirinya tidak bisa begitu saja membantah atau menolak perintah atasan karena adanya rantai komando di tubuh Polri. Ia menuturkan dirinya hanya seorang Prajurit Bhayangkara yang menjalankan perintah yang dianggap benar karena berasal dari pejabat Polri yang memiliki kewenangan yang sedang melaksanakan tugasnya, yakni Biro Paminal Divisi Propam Mabes Polri.
“Apakah saya bisa atau boleh menolak perintah atasan dalam hal ini Kombes Pol Agus Nurpatria ketika beliau sedang melaksanakan tugasnya, yang mana telah terjadi peristiwa yang melibatkan anggota Polri dan terjadi di rumah Pejabat Tinggi Mabes Polri yang masuk ke dalam lingkup kewenangannya?” kata Irfan.
Irfan singgung soal peraturan kode etik Polri
Irfan pun menyinggung Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, yang menyebut bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, agama, dan kesusilaan. Ia pun mempertanyakan apakah perintah mengamankan DVR CCTV yang berada di pos pengamanan Kompleks Polri Duren Tiga, lokasi rumah dinas Ferdy Sambo, untuk kepentingan penyelidikan Divisi Propam dan Polres Metro Jakarta Selatan sebagai perbuatan yang melanggar norma hukum.
“Sementara sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa Divisi Propam adalah sebagai garda terakhir penjaga Polri yang berarti setiap perbuatan atau perintah yang diberikan Propam tidak boleh salah,” tuturnya.
Sehingga menurut pemahaman Irfan saat itu apa yang diperintahkan kepadanya adalah perintah yang benar. Menurutnya Kombes Agus Nurpatria saat itu sedang melaksanakan tugasnya selaku Kaden A Paminal dan tugas yang diberikan kepadanya masuk dalam lingkup kewenangannya.
“Oleh karenanya, saya tidak mungkin bisa atau berani menolak perintahnya karena saya pasti akan menjadi terperiksa oleh Biro Paminal Divisi Propam yang mana komandannya adalah KBP Agus, karena masuk kedalam aturan Perpol 7 Tahun 2022, yang mana bawahan wajib melaksanakan perintah atasan,” kata Irfan.
Selanjutnya, tuntutan jaksa terhadap Irfan Widyanto