TEMPO.CO, Jakarta - Tim penasihat hukum terdakwa Terdakwa kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Arif Rachman Arifin memohon kepada majelis hakim agar membebaskan kliennya. Pasalnya, anak Arif disebut mengalami kelainan pembekuan darah atau hemofilia yang membutuhkan biaya besar untuk perawatannya.
Kondisi anak terdakwa Arif tersebut disampaikan oleh kuasa hukumnya, Marcella Santoso, saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 3 Februari. Marcella menyampaikan penahanan Arif Rachman akan berdampak pada kondisi keluarga terdakwa karena kliennya merupakan tulang punggung keluarga.
Jika Arif ditahan, anak dan istrinya harus bergantung pada orang tua dan mertua. Padahal, mereka membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Selain biaya pendidikan, kelurganya juga membutuhkan uang untuk perawatan anaknya yang mengidap hemofilia.
"Salah satu anak dari terdakwa Arif Rahman Arifin dalam proses pengobatan untuk penyakit darah (Hemofilia type A) yang dideritanya dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit," ujar Marcella.
Arif Rachman singgung dilema moral yang dialaminya
Saat membacakan pleidoi pribadinya, Arif Rachman Arifin mengaku terpaksa menuruti perintah Ferdy Sambo karena dilema moral dan tekanan budaya rantai komando serta relasi kuasa di tubuh Polri. Ia menjelaskan tidak mudah menolak perintah atasan karena faktor tersebut.
Menurutnya, relasi kuasa bukan sekadar ungkapan, melainkan suatu pola hubungan yang nyata memberikan batasan tegas antara atasan dan bawahan. Pola ini, lanjut Arif, yang kadang menyebabkan penyalahangunaan kewenangan oleh atasan terhadap bawahan.
“Kondisi rentan penyalahgunaan ini mungkin tidak bisa dengan mudah dipahami oleh semua orang. Beragam praduga bersalah kepada saya mungkin dipengaruhi oleh predikat saya sebagai penegak hukum, seragam dan kepangkatan,” kata Arif.
Selanjutnya, tuntutan jaksa terhadap Arif