TEMPO.CO, Jakarta - Tim penasihat hukum Richard Eliezer Pudihang Lumiu menganggap jaksa penuntut umum ragu-ragu dalam menyampaikan tuntutan karena mengakui ada dilema yuridis dalam pertimbangannya. Hal ini disampaikan kuasa hukum Richard Eliezer saat membacakam pleidoi atas replik jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 2 Februari 2023.
Kuasa hukum Richard, Ronny Talapessy mengatakan dilema yuridis muncul karena jaksa penuntut umum masih bertumpu pada perbuatan pidana Richard, dan bukan kepada perannya sebagai Justice Collaborator (JC).
“Dengan adanya dilema yuridis dalam uraian penuntut umum, sesungguhnya penuntut umum mengalami ketidakyakinan atau tepatnya keragu-raguan, di mana menurut hukum seharusnya dalam hal adanya keragu-raguan, maka yang digunakan adalah yang paling menguntungkan bagi terdakwa,” kata Ronny.
Namun kuasa hukum merasa aneh karena jaksa penuntut umum malah memberatkan Richard dengan dasar dan alasan yang jauh dari rasa keadilan. Padahal Richard sudah mengambil risiko dengan menyatakan kejujuran sehingga membongkar kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Bahwa tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum terhadap Richard Eliezer selama 12 tahun penjara, sesungguhnya menunjukkan penuntut umum tidak meyakini tuntutan tersebut karena Penuntut Umum tidak memiliki landasan yuridis yang kuat saat menentukan angka 12 tahun penjara dengan menyatakan belum ada aturan atau kajian secara lebih mendalam sehingga Penuntut Umum secara tegas mengakui mengalami Dilema Yuridis atau galau,” kata Ronny.
Replik jaksa akui ada dilema yuridis
Sebelumnya, jaksa penuntut umum mengakui adanya dilema yuridis dalam melayangkan tuntutan terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terkait posisinya sebagai saksi pelaku sekaligus eksekutor pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
Hal ini diutarakan jaksa saat menyampaikan replik atas pleidoi Richard Eliezer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 30 Januari 2023. Jaksa mengatakan pihaknya telah melihat status Richard Eliezer sebagai justice collaborator yang direkomendasikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam pertimbangan tuntutannya.
“Bahwa kondisi ini menimbulkan dilema yuridis karena di satu sisi terdakwa Richard Eliezer dikategorikan sebagai seorang saksi atau pelaku yang bekerja sama, yang dengan keberanian dan kejujurannya telah berkontribusi membongkar kejahatan yang direncanakan untuk membunuh korban Yosua dan juga membongkar skenario yang dibuat oleh pelaku utama, Ferdy Sambo. Namun di sisi lain, jaksa melihat peran Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan terhadap korban Yosua yang juga perlu dipertimbangkan secara jernih dan objektif,” kata jaksa.
Namun jaksa penuntut umum mengatakan tinggi rendahnya tuntutan terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu telah dipertimbangkan sesuai standar operasional prosedur penanganan tindak pidana umum yang berlaku dan berdasarkan peran Richard.
Jaksa menuntut Richard Eliezer 12 tahun penjara. Tuntutan tersebut lebih berat ketimbang tiga terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua lainnya: Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal Wibowo. Tuntutan terhadap Richard hanya lebih ringan dari yang diberikan Jaksa kepada Ferdy Sambo. Mantan Kepala Divisi Propam Polri itu mendapatkan tuntutan penjara seumur hidup.
Tuntutan terhadap Richard Eliezer itu sempat membuat LPSK kecewa. Pasalnya, mereka menyatakan telah dua kali mengirimkan surat kepada Kejaksaan Agung soal rekomendasi Richard sebagai justice collaborator.