TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia tahun 2022 yang dikeluarkan Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan adanya penurunan drastis daripada tahun 2021. Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Heru Suyatmiko mengatakan secara umum penurunan IPK tersebut adalah karena masih maraknya konflik kepentingan di tanah air.
Wawan menjelaskan IPK merupakan penilaian yang didasari oleh pandangan para pelaku usaha dan analis kebijakan publik. Sehingga, rendahnya skor IPK Indonesia tahun 2022 merupakan refleksi dari pebisnis dan pengamat yang memandang iklim kebijakan yang berlangsung di Indonesia.
“Berdasarkan riset kami tersebut, para pelaku usaha dan pengamat menilai kebijakan yang diambil oleh pemerintah masih rentan korupsi salah satunya adalah konflik kepentingan,” ujar dia saat dihubungi Tempo pada Rabu, 1 Februari 2023.
Kebijakan disebut dibuat untuk menguntungkan beberapa pihak
Wawan mengatakan maraknya konflik kepentingan di Indonesia masih terjadi karena banyaknya pemangku kebijakan yang menyambi sebagai pengusaha. Sehingga, menurut dia, seringkali kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan beberapa pihak saja.
“Misalnya saja kita bisa lihat di Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagian besar anggotanya yang mencapai 60 persen diantaranya merupakan seorang pengusaha. Tentu itu akan menimbulkan konflik kepentingan,” kata Wawan.
Selain itu, Wawan mengatakan pemerintah juga tidak mengambil langkah-langkah yang dapat meredam konflik kepentingan tersebut. Misalnya saja, dia mengatakan pemerintah tidak mengeluarkan regulasi untuk menjamin partai politik bebas dari praktik korupsi.
“Sehingga proyek-proyek pemerintah seperti pengadaan atau pembangunan akan rentan sekali untuk terjadi korupsi,” ujarnya.
Wawan juga mengungkap fenomena konflik kepentingan itu sendiri sudah menjadi umum dari tingkat pusat hingga daerah. Bahkan, dia mengatakan semakin ke daerah maka semakin kental konflik kepentingannya.
“Kita ambil contoh banyak pejabat pemerintah pusat yang juga merupakan pengusaha dan memiliki perusahaan besar atau pejabat daerah yang memiliki kerabat seorang pengusaha,” kata Wawan.
Sehingga, Wawan mengatakan semakin dekat pengusaha dengan pemerintah maka akan semakin mudah pula memperlancar urusan bisnisnya. Dia mengatakan pada akhirnya semua akan berakhir pada praktik suap-menyuap.
“Kalau kita bicara persaingan usaha, kalau tidak memiliki backup politik maka akan kalah pengusaha tersebut daripada saingannya,” ujar dia.
Sebelumnya, Transparency International mengeluarkan Indeks Persepsi Korupsi 2022 termasuk Indonesia. Dalam penilaian tersebut, Indonesia mendapatkan angka 34 yang menunjukkan penurunan empat angka dari tahun 2021 yaitu 38. Poin tersebut juga membuat posisi IPK Indonesia melorot ke posisi 110 dari 180 negara yang pada tahun 2021 sendiri Indonesia berada di posisi 96.