TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsituti (MKMK) untuk mengusut dugaan pengubahan Putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 yang menguji secara materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK (UU MK) seputar pencopotan Hakim Agung Aswanto.
"Keputusan tersebut diambil lewat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang digelar pada Senin, 30 Januari 2023," kata Juru bicara MK Enny Nurbaningsih dalam keterangan tertulisnya hari ini.
Enny menjelaskan komposisi Majelis Kehormatan tersebut akan diisi oleh para hakim yang masih aktif di Mahkamah Konstitusi. Selain itu, kata dia, Mahkamah Kehormatan tersebut akan diisi dari pihak eksternal yang merupakan tokoh masyarakat dan akademisi.
“Hal tersebut berdasarkan regulasi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi,” ujar dia.
Baca juga: MK Diduga Ubah Substansi Putusan, Anggota DPR Dorong Pembentukan Dewan Etik
Enny melanjutkan dirinya terpilih menjadi salah satu anggota Majelis Kehormatan berdasarkan kesepakatan RPH tersebut. Selain itu, dia mengatakan terkait unsur tokoh masyarakat akan diisi oleh I Dewa Gede Palguna yang merupakan mantan hakim konstitusi dan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Sudjito mewakili unsur akademisi.
“Pak Palguna, beliau salah satu hakim MK yang punya pengalaman yang luar biasa dan berintegritas. Beliau bukan lagi hakim, melainkan mewakili unsur tokoh masyarakat,” kata Enny.
Dugaan perubahan substansi putusan tersebut pertama kali berawal dari gugatan advokat Zico Leonard Djagardo dengan nomor perkara 103/PUU-XX/2022. Dia menilai perubahan tersebut mempunyai makna yang berbeda. Terlebih beberapa jam pencopotan tersebut, Aswanto langsung diganti oleh Guntur Hamzah yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi.
Detail perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 yang dipersoalkan sebagai berikut:
Kalimat yang diucapkan hakim konstitusi Saldi Isra pada 23 November 2022 yaitu:
"Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
Sedangkan yang tertuang dalam salinan putusan di situs MK yaitu:
"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."
Baca juga: Keputusan Jokowi soal Pengangkatan Hakim MK Guntur Hamzah Digugat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.