TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyebut majelis hakim persidangan perkara Koperasi Simpan Pinjam Indosurya keliru dalam menerapkan hukum dalam vonis lepas terdakwa Henry Surya. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan Korps Adhyaksa menilai kasus tersebut tidak bisa dikatakan sebagai perkara perdata, sebagaimana yang diputus majelis hakim.
“Hal itu sangat keliru sebagaimana dalam Pasal 253 huruf a KUHAP yang berbunyi ‘Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya,” kata Ketut melalui keterangan tertulis pada Selasa, 31 Janauri 2023.
Berangkat dari hal tersebut, Ketut mengatakan tim jaksa penuntut umum atau JPU akan segera menyiapkan pengajuan kasasi ke Makamah Agung. Ia menambahkan kasasi tersebut paling lambat diajukan hingga dua pekan ke depan.
“Hal itu sebagaimana yang tertuang dan diatur dalam Pasal 245 KUHAP, maka akan dipersiapkan pengajuan kasasi terhadap vonis tersebut,” ujar Ketut.
Ketut menyebut setidaknya ada lima poin pertimbangan yang mendasari pengajuan kasasi oleh tim JPU. Pertama, dia menyebut adalah dampak kerugian perkara penggelapan dana KSP Indosurya sangat besar dan merugikan masyarakat secara luas.
“Bahwa KSP Indosurya telah memiliki 23 ribu nasabah dengan mengumpulkan dana hingga Rp106 triliun, berdasarkan hasil audit yang tidak terbayarkan lebih dari 6 ribu nasabah dengan kerugian mencapai Rp16 triliun,” kata Ketut.
Ketut melanjutkan pertimbangan kedua adalah KSP Indosurya terindikasi bermasalah dalam legalitas pendiriannya sebagai badan koperasi. Sebab, kata dia, KSP Indosurya tidak pernah melakukan rapat pertanggungjawaban tertinggi, serta produk yang dijual tidak masuk akal yaitu berupa simpanan berjangka dengan bunga 8,5 persen.
“Selain itu para anggota tidak memiliki kartu tanda anggota dan tidak pernah dilibatkan dalam mengambil keputusan penting seperti dividen atau sisa hasil usaha,” ujarnya.
Selanjutnya, Ketut mengatakan pertimbangan ketiga adalah KSP Indosurya sama sekali tidak memiliki izin dalam pendirian sejumlah kantor dari Kementerian Koperasi dan UKM. Padahal, kata dia, koperasi tersebut memiliki dua kantor pusat dan 191 kantor cabang.
“Hal tersebut semata-mata adalah perintah Henry Surya yang dibantu June Indria dan Suwito Ayub,” kata Ketut pada Tempo.
Keempat, Ketut mengatakan adanya indikasi penggelapan dana anggota yang dilakukan oleh Henry Surya. Ia menyebut uang nasabah yang terkumpul antara tahun 2012 hingga 2021 semuanya mengalir ke 26 perusahaan cangkang milik Henry Surya.
“Dan pertimbangan kelima, Henry Surya cs mendirikan KSP Indosurya untuk menghindari adanya pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan serta mengelabui pemeriksaan proses perijinan penghimpunan dana masyarakat dari Bank Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memberikan vonis lepas kepada Henry Surya dalam sidang Selasa, 24 Januari 2023. Majelis hakim menilai Henry terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, akan tetapi perbuatan tersbeut bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata (Onslag Van Recht Vervoging).
Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan 20 tahun penjara plus denda Rp 200 miliar subsider 1 tahun kurungan terhadap Henry Surya. Pemilik KSP Indosurya dianggap terbukti meghimpun dana dari masyarkaat dalam bentuk simpanan tanpa memiliki izin dari Bank Indonesia. Jaksa menyebut Henry Surya telah melanggar Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Perbankan. Jumlah kerugian korban KSP Indosurya, menurut jaksa, mencapai lebih dari Rp 16 triliun.