TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan atau KontraS mengecam penetapan 17 orang buruh PT Gunbuster Nickel Industri (PT GNI) dalam peristiwa kerusuhan yang terjadi beberapa waktu lalu. Anggota KontraS Rozy Brilian mengatakan penetapan status tersangka tersebut sarat akan kejanggalan.
Rozy menyebut salah satu kejanggalan dari proses penahanan 17 orang buruh tersebut adalah mereka ditahan tanpa ada proses pendampingan hukum dan tanpa proses penyelidikan. Padahal, menurut dia, KUHAP telah diatur tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum.
“Selain itu, Polres Morowali juga telah melakukan pelanggaran serius terhadap Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan pendampingan hukum bagi mereka yang disangkakan pasal dengan ancaman lima tahun atau lebih,” kata Rozy melalui keterangan tertulis, Selasa, 31 Januari 2023.
Selain itu, Rozy menyoroti terkait transparansi korban meninggal dalam kerusuhan tersebut yang masih simpang siur. Sebab, kata dia, pihak kepolisian maupun perusahaan hingga kini belum membuka data para korban yang meninggal. “Padahal hasil visum tersebut penting sebagai upaya akuntabilitas dalam proses penegakan hukum,” ujar dia.
Rozy juga menyayangkan sejumlah pernyataan pemerintah maupun aparat yang seakan-akan menyudutkan para buruh. Padahal, kata dia, kericuhan tersebut terjadi karena pihak perusahaan yang tidak menunaikan hak-hak para pekerja.
“Kericuhan tersebut dilatarbelakangi oleh atas tuntutan terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di lingkungan perusahaan yang tak kunjung diterapkan,” kata Rozy.
Sebelumnya, kerusuhan antar karyawan PT GNI terjadi pada 14 Januari 2023. Akibatnya, beberapa karyawan meninggal.
Kericuhan tersebut bermula pada saat sejumlah pekerja yang melakukan aksi unjuk rasa damai yang menuntut hak-hak mereka. Namun, terjadi friksi antara peserta aksi dengan pekerja asing sehingga kericuhan tidak dapat terhindari.
Baca: Pegiat HAM Desak PT GNI Bertanggung Jawab atas Tragedi Kericuhan Karyawan