TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil menanggapi kabar ihwal Mahkamah Konstitusi yang diduga mengubah substansi putusan soal pencopotan Hakim MK Aswanto. Nasir menyebut dugaan perubahan redaksi dalam putusan MK itu sangat membahayakan masa depan dan integritas tubuh MK.
Selain itu, dia menilai dugaan perubahan ini berpotensi menjadikan MK sebagai alat segelintir kelompok dalam memenuhi ambisi politiknya. Oleh sebab itu, ia mendorong MK membentuk dewan etik untuk mengusut dugaan perubahan redaksi ini.
“Saya mendorong agar MK membentuk dewan etik untuk menelusuri perubahan redaksi sebagaimana yang terdapat dalam salinan putusan terkaitan pergantian Hakim MK Aswanto di tengah jalan,” kata Nasir dalam keterangannya, Ahad, 29 Januari 2023.
Saat membacakan putusan nomor 103/PUU-XX/2022 soal uji materi Undang-Undang MK, hakim konstitusi menyebutkan kalimat “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan….”. Namun, dalam risalah putusan yang dipegang oleh pemohon perkaran, frasa “dengan demikian” diubah menjadi “ke depan”.
Kendati perubahan redaksi itu hanya dua suku kata, Nasir menduga perubahan itu berimplikasi terhadap duduk perkara yang dimohonkan oleh pemohon. Ia turut menduga perubahan redaksi itu disengaja.
“Saya menduga ada kesengajaan terhadap perubahan itu redaksi dalam salinan putusan itu. Tidak seperti biasanya, MK selalu cermat dan prudent dalam menyalin putusan hukumnya,” kata dia.
Nasir mengatakan pembentukan dewan etik merupakan langkah awal untuk menjawab keraguan publik soal adanya pat gulipat perubahan redaksi dalam salinan putusan. Ia berharap pembentukan dewan bisa menjaga kewibawaan MK beserta hakimnya yang berpredikat negarawan.
“Lembaga yang diisi oleh negarawan itu ibarat lembaga yang diisi oleh manusia setengah dewa. Karena itu tidak boleh dianggap remeh soal yang kini telah menjadi perhatian publik. Semoga DPR dan Presiden mendorong upaya pembentukan dewan etik tersebut,” ujarnya.
Perubahan Signifikan
Sebelumnya, pemohon perkara nomor 103/PUU-XX/2022 Zico Leonard Simanjuntak menceritakan adanya perubahan redaksi dari putusan yang dibacakan oleh hakim konstitusi dengan risalah putusan yang diterimanya. Ia menyoroti perubahan frasa “dengan demikian” menjadi “ke depan”.
“Saya merasa ada yang janggal, saya mulai teliti pelan-pelan. Ternyata pada saat dibacakan oleh hakim konstitusi, mereka menyatakan ‘dengan demikian’. Tapi, file salinan yang saya terima, kata-kata ‘dengan demikian’ diubah ‘ke depan’,” kata Zico dalam Youtube Konstitusionalis TV, Sabtu, 28 Januari 2023.
Zico menjelaskan, perubahan frasa itu signifikan. Musababnya, kata dia, penggunaan frasa ‘dengan demikian’ berarti MK menyatakan pergantian hakim Aswanto yang tidak sesuai dengan pasal 23 UU MK adalah inkonstitusonal. Namun, Zico menyebut jika frasa yang digunakan ‘ke depan’, maka MK menganggap pergantian hakim Aswanto tidak menjadi soal.
“Kalau kata-katanya ‘ke depan’, maka MK bilang penggantian Aswanto nggak apa, tapi ke depannya nggak boleh seperti itu lagi,” kata Zico.
Aswanto digantikan oleh Guntur Hamzah yang sudah dilantik Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada November 2022. Pelantikan Guntur ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 114 B tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang Diajukan oleh DPR RI.
"Mengangkat Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi terhitung sejak saat pengucapan sumpah janji. Ditetapkan di Jakarta pada 3 November 2022. Presiden Joko Widodo," bunyi Keppres yang dibacakan saat pelantikan.
Pemberhentian Aswanto oleh DPR RI ini mendapat kritik dari Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil. Ia menyebut DPR RI telah melakukan pelanggaran konstitusi dengan memberhentikan Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto dan menggantinya dengan Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah dalam rapat Paripurna DPR pada Kamis, 29 September 2022.
"Menurut saya DPR mesti menarik keputusannya memberhentikan Aswanto, karena terjadi kesalahan dan kekeliruan secara UU dan Konstitusi," ujar Fadli saat dihubungi Tempo, Jumat, 7 Oktober 2022.
Pergantian Aswanto dengan Guntur merujuk pada surat pimpinan MK Nomor 3010/KP.10/07/2022. Surat tersebut berhubungan dengan putusan MK yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi hakim konstitusi. Tapi sejumlah mantan hakim MK menyebut DPR salah memahami surat ini.
Baca: Keputusan Jokowi soal Pengangkatan Hakim MK Guntur Hamzah Digugat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.