TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar memvonis terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup sesuai surat tuntutan.
“Kami penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo dan menjatuhkan putusan sebagaimana diktum penuntut umum yang telah dibacakan pada Selasa, 17 Januari 2023,” kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 27 Januari 2023.
Jaksa menilai pleidoi penasihat hukum Ferdy Sambo patut dikesampingkan karena tidak memiliki dasar yuridis yang kuat untuk menggugurkan surat tuntutan jaksa.
Dalam pembelaannya, Ferdy Sambo membantah pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan menegaskan adanya pelecehan seksual yang dilakukan Yosua terhadap istrinya, Putri Candrawathi di rumah Magelang pada 7 Juli 2022.
Di samping pokok perkara, pembelaan Ferdy Sambo juga memuat curahan hatinya. Ia mengaku frustrasi dan putusa asa karena banyak pihak yang mencemooh dan menghakiminya bahkan sebelum vonis dijatuhkan.
Ferdy Sambo mengatakan sempat ingin memberi judul nota pembelaannya atau pleidoi dengan judul ‘Pembelaan yang Sia-sia’ karena hinaan, caci maki, dan olok-olok semua pihak kepadanya dan keluarganya selama proses hukum pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat masih bergulir.
Ferdy Sambo akhirnya memberi judul nota pembelaan atau pleidoi dengan ‘Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan’ dan membacakannya sendiri di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari 2023.
“Nota pembelaan ini awalnya hendak saya beri judul: ‘Pembelaan yang Sia-Sia’ karena di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak terhadap saya dan keluarga,” kata Ferdy Sambo saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari 2023.
Ferdy Sambo mengungkapkan selama 28 tahun bekerja sebagai aparat penegak hukum dan menangani berbagai perkara kejahatan, termasuk pembunuhan, belum pernah ia menyaksikan tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana yang ia alami.
“Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa,” kata dia.
Ia menuduh media framing dan produksi hoaks terhadapnya sebagai terdakwa dan keluarga secara instens terus dilancarkan sepanjang pemeriksaan. Menurutnya, tekanan itu dilakukan baik di dalam maupun di luar persidangan yang kemudian telah mempengaruhi persepsi publik dan menduga memengaruhi arah pemeriksaan perkara ini mengikuti kemauan sebagian pihak.
“Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi, sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara kita,” kata Ferdy Sambo.
Baca: Eks Anak Buah Ferdy Sambo, Chuck Putranto, Dituntut 2 Tahun Penjara