TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut biaya haji 1444 H/2023 M perlu dilakukan penyesuaian karena subsidi ongkos haji tahun 2022 dinilai terlalu besar, yakni mencapai 59 persen. Ma'ruf menyebut subsidi yang besar tersebut menggerus nilai manfaat jemaah haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Menurut Ma'ruf jika nilai manfaat tergerus habis, maka nilai pokok dana haji akan ikut tergerus dan BPKH tak bisa lagi memberikan subsidi haji pada tahun-tahun berikutnya.
"Karena itu perlu ada penyesuaian harga, yang kalau pun disubsidi itu tidak membuat terhentinya subsidi itu nanti. Jadi sustainability pemberian subsidi itu supaya tidak terganggu," kata Ma'ruf dalam keterangannya, Rabu, 25 Januari 2023.
Mengenai usulan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas soal komposisi subsidi dana haji menjadi 70:30, yakni 70 persen merupakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang ditanggung jemaah dan 30 persen subsidi yang ditanggung nilai manfaat, Ma'ruf menyebut usulan tersebut masih akan dibahas bersama DPR RI untuk dicarikan solusi.
Jika nantinya biaya haji tetap harus disubsidi, eks Ketua Majelis Ulama Indonesia itu berharap agar besarannya proposional, sehingga tak mengganggu subsidi para calon jemaah haji di tahun berikutnya.
"Andai kata pun harus disubsidi, subsidi itu tidak menganggu subsidi-subsidi untuk para haji berikutnya, itu saya kira. Tapi kalau model seperti yang kemarin, itu memang membahayakan, subsidinya terlalu besar, sampai 59 persen," kata Ma'ruf.
Terakhir dia berharap, pembiayaan haji 2023 dapat lebih rasional serta dapat dipahami oleh calon jamaah haji ke depan agar berkeadilan dan berkelanjutan untuk semua antrean jamaah haji di Indonesia.
"Saya harapkan nanti ketemu lah besaran yang lebih rasional, yang bisa dipahami oleh para jamaah yang akan berhaji dan juga sustainability subsidi yang diberikan tidak terganggu," kata Ma'ruf.