Dalam pertimbangan tuntutannya, jaksa menilai Ricky Rizal ikut terlibat pembunuhan berencana Brigadir Yosua karena tidak berupaya menolak perintah “backup” atau mencegah Ferdy Sambo untuk menjalankan rencananya tersebut.
“Terdakwa Ricky tidak ada melakukan bantahan atau penolakan sebagaimana penolakan perintah yang pertama untuk melakukan penembakan,” ujar jaksa.
Menurut jaksa, sikap tidak membantah atau menolak dari Ricky inilah yang menjadi bukti kuat ada persamaan kehendak antara Ricky dengan tiga terdakwa lainnya - Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma’ruf - untuk merampas nyawa Yosua.
“Perwujudannya nanti akan dilaksanakan oleh terdakwa Ricky Rizal Wibowo dalam bentuk hadirnya terdakwa untuk melakukan pem-backup-an korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dilaksanakan,” ujar jaksa.
Jaksa juga melihat adanya kesamaan kehendak Ricky Rizal dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma’ruf untuk membunuh Yosua karena ia sejak awal sudah mengetahui niat jahat dari Ferdy Sambo untuk menembak Yosua. Namun sebagai sesama rekan penegak hukum dan sesama rekan ajudan, Ricky sama sekali tidak berusaha melakukan upaya untuk mencegah agar perbuatan jahat tersebut tidak terjadi.
“Sehingga dengan itu telah tersirat adanya unsur kesengajaan secara bersama-sama untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata jaksa.
Dalam sidang-sidang sebelumnya, Ricky mengakui mengetahui rencana pembunuhan Brigadir Yosua itu setelah dirinya dipanggil Ferdy Sambo ke lantai tiga rumah Jalan Saguling 3, rumah pribadi Sambo, pada Jumat, 8 Juli 2022.
Awalnya, Sambo menanyakan soal peristiwa yang terjadi di rumahnya di Magelang, Jawa Tengah, pada malam sebelumnya. Ricky menyatakan tak tahu perisitwa tersebut karena sedang berada di luar rumah bersama Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Sambo kemudian menyatakan bahwa istrinya, Putri Candrawathi, telah diperkosa oleh Brigadir Yosua. Setelah itu, Sambo pun memerintahkan Ricky RIzal untuk menembak Yosua. Ricky menolak perintah tersebut karena mengaku tak kuat mental.