TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warga Kendeng yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) menyurati Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas banjir berkepanjangan yang melanda wilayah sekitar Pegunungan Kendeng, yaitu Pati, Kudus, dan Grobogan, di Jawa Tengah. Mereka mengungkit pertemuan Jokowi dengan petani Kendeng pada 2 Agustus 2016 lalu.
"Bencana ini bukanlah takdir dari Tuhan begitu saja," demikian penggalan surat dari JM-PPK kepada Jokowi yang diterima Tempo, Kamis, 19 Januari 2022. Surat diteken Koordinator JMPPK pada 16 Januari 2023.
Banjir sebelumnya terjadi di Pati dan sekitarnya sejak akhir 2022. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat per 17 Januari 2023 ada 5.645 KK atau 22.580 jiwa terdampak. Kerugian material tercatat 6.301 unit rumah terendam. Aset lain yang terdampak terdiri balai desa 1 unit, musala 5, fasilitas pendidikan 7 dan sejumlah akses jalan setempat.
Dalam surat kepada Jokowi, warga Kendeng menyebut hutan di Pegunungan Kendeng semakin dihabisi dalam 24 tahun terakhir. Mulai 2010 pertambangan juga banyak masuk di kawasan Pegunungan Kendeng.
Bencana banjir ini, kata warga dalam surat tersebut, sudah diingatkan dalam dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan. "Yang diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo saat bertemu petani Kendeng pada 2 Agustus 2016," bunyi surat itu.
Dokumen KLHS Pegunungan Kendeng, kata warga dalam suratnya, menyatakan terdapat kerusakan lingkungan yang sangat krusial. Apabila tidak segera ditanggulangi akan membawa risiko bencana ekologis besar yang tidak terelakkan.
Warga Minta Kegiatan Penambangan Dihentikan
Jokowi saat itu memang sempat bertemu petani Kendeng dan JMPPK di Istana Negara, Jakarta Pusat. Jokowi akhirnya menerima para petani Kendeng yang berunjuk rasa dan mendirikan Tenda Perjuangan Petani Pegunungan Kendeng terkait dengan pembangunan pabrik semen serta penambangan batu kapur di daerah mereka.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menekankan perlu segera dibuatnya analisis daya dukung dan daya tampung Pegunungan Kendeng melalui KLHS. Pelaksanaan KLHS pun akan dikoordinasi oleh Kantor Staf Kepresidenan.
“Karena masalah ini bersifat lintas kementerian dan lintas daerah, yaitu lima kabupaten dan satu provinsi,” ujar Gunretno, yang juga ikut dalam pertemuan tersebut, dalam konferensi pers Rabu, 3 Agustus 2016.
Tapi di lapangan, warga protes dan meminta Jokowi konsisten melaksanakan rekomendasi KLHS. Sehingga dalam suratnya, warga kembali meminta Jokowi melaksanakan hasil KLHS yang sudah diselesaikan oleh para akademisi lintas perguruan tinggi.
Menurut warga, hasil kajian KLHS I dan KLHS II telah memenuhi segala aspek kajian lingkungan hidup, termasuk di dalamnya adalah arahan-arahan tentang tata guna lahan berdasarkan daya dukungnya.
"Kami masyarakat menilai dengan menjalankan hasil-hasil dalam KLHS I dan KLHS II
merupakan solusi terbaik untuk menghindarkan masyarakat di sekitar Karst Sukolilo (di Pegunungan Kendeng Utara) dari ancaman bencana yang lebih buruk dampaknya di masa mendatang," demikian bunyi poin tuntutan pertama JMPPK.
Kedua, warga Kendeng meminta Jokowi mengambil langkah tegas dalam menghentikan segala bentuk aktivitas eksploitasi yang bersifat merusak di Karst Sukolilo. Terutama tambang-tambang batu gamping yang menjadi sumber kerusakan lingkungan di wilayah Karst Sukolilo.
Ketiga, Jokowi diminta mendukung masyarakat dalam kegiatan menghijaukan kembali perbukitan batu gamping di Kawasan Karst Sukolilo. Tujuannya untuk mengembalikan fungsi kawasan sesuai daya dukungnya.
Keempat, warga menuntut Jokowi memperjuangkan dengan sungguh-sungguh pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst yang telah disusun Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sejak tahun 2012.
Saat ini sebenarnya sudah ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst. "(Tapi) tidak cukup memadai dalam melindungi ekosistem karst," tulis warga dalam suratnya.
Tempo mengkonfirmasi surat warga Kendeng di JMPPK ini kepada Deputi II KSP bidang Pembangunan Manusia Abetnego Tarigan. Hingga berita ini diturunkan, mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Indonesia, ini belum memberikan respons.
Baca Juga: Temui Moeldoko, Petani Kendeng Tagih Kajian Lingkungan Hidup