TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan salah satu terdakwa, Ferdy Sambo telah memasuki babak fase terakhir. Babak terakhir tersebut dapat dilihat melalui munculnya putusan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum atau JPU yang menuntut tuntutan pidana penjara seumur hidup kepada Ferdy Sambo.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU pada sidang Selasa 17 Januari 2023, setelah melalui drama panjang persidangan hingga pada akhirnya tuntutan hukuman seumur hidup tersebut dijatuhkan pada Ferdy Sambo atas upayanya dengan lima orang lainnya, yakni Putri Candrawathi selaku istri Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf selaku asisten rumah tangga Sambo dan Putri, Ricky Rizal dan Richard Eliezer Pudihang selaku bawahan dan ajudan Sambo di kepolisian.
Baca: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup, Jaksa Tak Sebutkan Hal yang Meringankan
Tuntutan penjara seumur hidup tersebut dinilai setimpal oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Azhar Syahputra, karena perbuatan yang dilakukan oleh Sambo dan kawan-kawannya, serta dengan posisi yang dimiliki oleh Sambo saat ini dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang luar biasa.
Menurut Azhar Syahputra bahwa hukuman tersebut telah memenuhi aspek dan nilai keadilan, karena hukuman seumur hidup juga berarti mengurung seseorang dari mulai masa awal penahanan hingga meninggal dunia, dengan kata lain hukuman mati yang dikurung di penjara.
"Dengan tuntutan ini, berarti kemerdekaan Sambo sebagai individu telah direnggut hingga ajal menjemput. Jadi hukuman seumur hidup ini merupakan suatu alternatif dari hukuman mati," ujar Azhar.
Bunyi Hukuman Seumur Hidup
Namun, masih terdapat banyak salah penafsiran di tengah masyarakat mengenai arti dari pidana penjara seumur hidup. Melalui pandangan masyarakat awam, pemahaman yang didapatkan yakni pidana penjara selama sama dengan umur terpidana ketika dijatuhi tuntutan tersebut, dengan kata lain misalnya ada seorang terpidana berumur 20 tahun yang dipidana seumur hidup, maka lama kurungan terpidana tersebut adalah 20 tahun, pemahan seperti hal demikian dapat dikatakan salah jika merujuk pada KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pidana penjara seumur hidup merupakan satu dari dua variasi hukuman yang diatur dalam Pasal 12 ayat 1 KUHP, yang berbunyi "Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu." Kemudian, masih dalam pasal yang sama tetapi dengan ayat yang berbeda, yakni Pasal 12 ayat 4 menyatakan
"Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi 20 tahun." Melalui bunyi pasal tersebut, dapat dipahami bahwa pidana penjara seumur hidup berarti pidana penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal, ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat yang menyatakan bahwa hukuman penjara seumur hidup merupakan hukuman penjara atau kurungan yang dijalani selama masa usia terpidana ketika vonis dijatuhkan.
Kesalahan penafsiran tersebut tentunya melanggar ketentuan Pasal 12 ayat 4 KUHP seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa lamanya hukuman yang dijalani oleh terpidana melebihi batasan hukuman maksimal 20 tahun. Padahal menurut dasar hukum serta logika berpikir hukum, dapat dipahami bahwa penjara seumur hidup adalah penjara sepanjang terpidana masih hidup, dan hukumannya baru berakhir ketika terpidana meninggal dunia.
Dengan kata lain, tuntutan hukuman seumur hidup yang dibacakan oleh JPU terhadap Ferdy Sambo pada sidang Selasa 17 Januari 2023, berarti bahwa Sambo akan dihukum dengan sanksi kurungan dan hukumannya baru akan selesai ketika Sambo sebagai pihak yang dijatuhi tuntutan telah meninggal dunia.
RENO EZRA MAHENDRA
Baca juga: Pakar Hukum Anggap Tuntutan Penjara Seumur Hidup Ferdy Sambo Sudah Tepat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.