TEMPO.CO, Jakarta - Dalam suatu waktu, Kediri pernah menjadi markas besar dari PKI. Kediri terkenal sebagai basis PKI. Di kota inilah konflik dan pembantaian terjadi. Salah satunya adalah peristiwa 13 Januari 1965, yaitu Peristiwa Kanigoro.
Seperti namanya, peristiwa 58 tahun lalu terjadi di Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri. Desa ini terletak sekitar 16 km dari pusat kota. Merekam peristiwa ini, Tempo pernah melakukan liputan khusus berjudul Pengakuan Algojo 1965.
Masjid At-Taqwa, saksi Peristiwa Kanigoro pada 13 Januari 1965. Wikipedia/Masvikindonesia
Dalam Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012 ini, Tempo mewawancarai Masdoeqi Moeslim untuk mengingat kembali Peristiwa Kanigoro. Masdoeqi masih ingat betul Peristiwa Kanigoro yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Jauhari di Desa Kanigoro.
Saat itu jam menunjukkan pukul 04.30. Masdoeqi dan 127 peserta pelatihan mental Pelajar Islam Indonesia sedang fokus membaca Alquran dan bersiap untuk salat subuh. Namun secara tiba-tiba, sekitar seribu anggota PKI yang membawa berbagai senjata datang menyerbu.
Menurut pengakuan Masdoeqi, sebagian massa PKI masuk masjid, mengambil Alquran dan memasukkannya ke karung. Kemudian, dilempar ke halaman masjid dan diinjak-injak. Para peserta pelatihan mental tadi digiring dan dikumpulkan di depan masjid.
“Saya melihat semua panitia diikat dan ditempeli senjata,” ucap Masdoeqi, yang saat itu merupakan bagian dari kepanitiaan pelatihan.
Masdoeqi juga menyaksikan massa PKI menyerang rumah Kiai Jauhar yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Jauhari dan adik ipar pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kiai Makhrus. Kiai Jauhar tak luput digiring massa.
Massa yang sudah dikumpulkan itu kemudian digiring ke markas kepolisian Kras dan diserahkan kepada polisi. Jumlah yang diserahkan kepada polisi saat itu adalah 98 orang.
Masdoeqi melanjutkan bahwa, di sepanjang perjalanan menuju markas kepolisian Kras, massa PKI itu mencaci maki dan mengancam akan membunuh. Mereka ingin menuntut balas atas kematian kader PKI di Madiun dan Jombang yang tewas dibunuh anggota Nahdlatul Ulama (NU) sebulan sebelumnya. Pada akhir 1964, memang terjadi pembunuhan sejumlah kader PKI di Madiun dan Jombang.
Peristiwa Kanigoro ini tak menimbulkan korban jiwa. Namun, peristiwa ini menimbulkan trauma sekaligus kemarahan kalangan pesantren dan anggota Ansor Kediri, yang sebagian besar santri pesantren.
Di kemudian hari, ketegangan-ketegangan PKI dan NU makin memanas. Saat diwawancarai Tempo dalam Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012, Abdul Malik bercerita bahwa Peristiwa Kanigoro itu memperkuat tekad kaum pesantren dan anggota GP Ansor di Kediri, termasuk Abdul Malik, untuk membantai PKI. Pembantaian mencapai puncaknya ketika pemerintah mengumumkan bahwa PKI adalah organisasi terlarang.
Ketika pemerintah mengumumkan bahwa PKI adalah organisasi terlarang, Abdul dan para anggota GP Ansor lainnya semakin yakin bahwa perbuatan mereka benar. Begitu banyak anggota PKI yang tewas di tangan Abdul. Begitu banyak hingga ia tak sempat lagi menghitungnya.
RYZAL CATUR ANANDA SANDHY SURYA
Baca juga: Tragedi Kanigoro PKI Serang Pesantren
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.