TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta atas keputusannya mengangkat Guntur Hamzah sebagai hakim Mahkamah Konstitusi menggantikan Aswanto. Pergantian hakim MK tersebut sempat menimbulkan polemik.
Berdasarkan penelusuran Tempo pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, pada Jumat, 6 Januari 2022, pihak penggugat tercatat atas nama Priyanto Hadisaputro. Gugatan itu didaftarkan pada 3 Januari lalu dan terdaftar dengan nomor 2/G/2023/PTUN.JKT.
Dalam gugatannya, Priyanto meminta PTUN untuk membatalkan urat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114/P Tahun 2022 tanggal 3 November 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang Diajukan oleh DPR. Keppres itu menyangkut pengangkatan Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H., sebagai Hakim Konstitusi.
Selain itu, Priyanto juga meminta agar PTUN memerintahkan Presiden Jokowi untuk mencabut Keppres tersebut.
"Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," demikian bunyi petitum pertama gugatan tersebut.
Masalah pencopotan Aswanto
Aswanto adalah hakim konstitusi yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dua tahun berselang, tepatnya pada 29 Oktober 2022, rapat Paripurna DPR menyetujui pencopotan Aswanto dan menggantinya dengan Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah. Padahal, masa jabatan Aswanto baru berakhir 2029.
DPR beralasan pencopotan Aswanto sebagai Hakim MK yang dipilih oleh DPR kerap menganulir undang-undang yang dibuat lembaga legislatif tersebut.
"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR," kata Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto, saat itu.
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan pergantian Aswanto seharusnya tidak boleh. Apalagi pemberhentian itu karena masalah putusan. Bivitri menilai putusan yang diambil DPR untuk memberhentikan hakim di tengah masa jabatannya tidak ada dalam UU MK. Dia menilai hal itu dapat membahayakan independensi MK.
"Independensi peradilan itu prinsip penting secara global, hakim tidak boleh 'dievaluasi' di tengah masa jabatannya secara politik oleh lembaga politik berdasarkan putusannya", kata Bivitri Susanti saat dihubungi oleh Tempo, Jumat, 30 September 2022.
Selanjutnya, Jokowi tetap berhentikan Aswanto dan lantik Guntur Hamzah