TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti sekaligus Program Manager Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai wacana reshuffle alias kocok ulang kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi lebih didasari oleh alasan politik ketimbang kinerja. Wacana ini dinilai berkaitan erat dengan deklarasi mantan Gubernur DKI Jakarta sebagai calon presiden oleh Partai NasDem.
"Alasan utamanya adalah politik," kata Ahmad saat dihubungi, Kamis, 5 Januari 2023.
Ahmad menilai permintaan reshuffle bisa terjadi karena dua alasan tersebut, kinerja dan politik. Sedangkan dari sisi kinerja, Ahmad menilai tidak terlalu cukup alasan untuk melakukan reshuffle mengingat kinerja pemerintah cukup baik.
Ekonomi masih tumbuh positif di tengah ancaman resesi. Tingkat kepuasan publik, kata Ahmad, juga sedang sangat tinggi, 74,2 persen pada survei SMRC, Desember 2022. "Karena ini lebih pada persoalan politik, maka menteri-menteri dari Nasdem mungkin akan lebih kuat dipertimbangkan oleh Jokowi untuk diganti," ujarnya.
Politikus PDIP usul dua menteri NasDem
Sebelumnya, desakan reshuffle disampaikan sejumlah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap menteri dari Partai NasDem. Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Djarot Saiful Hidayat mengatakan usulan mengevaluasi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar tidak hanya didasarkan pada kinerjanya.
Menurut dia, asal partai menteri tersebut juga mempengaruhi usulan reshuffle. Syahrul dan Siti Nurbaya berasal dari Partai NasDem. Usai mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024, desakan terhadap partai untuk keluar dari koalisi pendukung Presiden Joko Widodo menguat, salah satunya dari PDIP.
"Satu kinerjanya, dua termasuk partainya. Kalau memang gentle betul sudah seperti itu, akan lebih baik untuk menteri-menterinya mengundurkan diri,” kata Djarot di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa, 3 Januari 2023.
Dia menilai menteri dari NasDem agak tidak cocok dengan kebijakan Jokowi. Di sisi lain, NasDem mengusung Anies yang dinilai sebagai sosok antitesa Jokowi. "Itu lebih gentle (mengundurkan diri). Sebab rupanya mungkin agak tidak cocok dengan kebijakan Pak Jokowi, termasuk yang disampaikan adalah sosok antitesis Pak Jokowi,” kata mantan Wali Kota Blitar dua periode ini.
Selanjutnya: Ngabalin ungkap perkiraan kapan reshuffle..