TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi meyakini kerugian negara dalam kasus korupsi Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil atau korupsi minyak goreng dan turunannya di Kementerian Perdagangan oleh Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor tidak sebesar Rp6 triliun, seperti yang disebutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaan.
"Majelis Hakim berkeyakinan kerugian negara atas perbuatan terdakwa Master adalah sebesar Rp2 triliun dan seterusnya atau jumlah tersebut, karena didapatkan dari penerbitan izin yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Ketua Majelis Hakim Liliek Prisbawono Adi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 4 Januari 2023.
Liliek menyebut kerugian keuangan negara dalam perkara ini hanya keuntungan tidak sah dari setiap grup saja. Sedangkan bantuan langsung tunai (BLT) yang akhirnya digelontorkan pemerintah untuk meringankan beban masyarakat karena kelangkaan minyak goreng, bukanlah kerugian.
"Untuk keluarga penerima manfaat, BLT bukan kerugian keuangan negara. Di samping telah dituangkan dari DIPA kementerian sosial, BLT merupakan perwujudan dari fungsi pemerintah," kata Liliek.
Sementara untuk terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, yang merupakan eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, sebelumnya didakwa berdasarkan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022.
Hasil studi itu menyebut terdapat kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng seluruhnya sebesar Rp 10.960.141.557.673 Namun, Majelis Hakim tidak setuju dengan dakwaan itu karena hal tersebut tak bisa dijadikan dasar putusan. Hasil studi dianggap masih sebatas asumsi bukan riil terjadi.
“Kerugian perekonomian negara harus lah nyata actual loss bukan perkiraan atau asumsi. Hakim berpendapat perhitungan perekonomian negara yang dihasilkan ahli tidak dapt dijadikan dasar untuk tentukan kerugian perekonomian negara dalam perkara ini,” kata Liliek.
Sehingga dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Indrasari hanya merugikan keuangan negara senilai Rp 2.95 triliun, bukan perekonomian negara. Indrasari juga tidak dijatuhi hukuman penggantian uang pengganti, karena disebut tidak menikmatinya.
Vonis bervariasi untuk terdakwa
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis yang berbeda-beda untuk lima terdakwa kasus korupsi Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil atau minyak goreng dan turunannya di Kementerian Perdagangan. Vonis paling tinggi dijatuhkan untuk mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW).
"Menjatuhkan pidana penjara untuk terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana selama tiga tahun dan denda Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Liliek Prisbawono Adi.
Selanjutnya: vonis tertinggi diterima Master Palulian..