TEMPO.CO, Jakarta -Pro dan kontra menyelimuti wacana sistem proporsional tertutup yang kembali mengemuka menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Sebagian pihak ada yang setuju lantaran berbagai alasan, misalnya mengulang Pemilu era Orde Lama dan Orde Baru. Pun ada yang menolak wacana sistem tersebut karena ada kelemahan-kelemahan mendasar.
Baca : Mengenal Sistem Proporsional Tertutup yang Diusulkan Agar Dipakai di Pemilu 2024
Alih-alih mengacu pada dasar suara yang diperoleh seperti sistem proporsional terbuka, model penentuan calon legislatif pada sistem proporsional tertutup didasarkan pada perolehan suara partai politik, sebagaimana dikutip dari buku Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD RI 1945.
Argumen Pro Sistem Proporsional Tertutup
Sistem proporsional tertutup sebelumnya telah diterapkan di Indonesia sejak Pemilu era Orde Lama hingga Orde Baru. Dikutip dari buku Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021, sistem ini pada Orde Lama membuat sistem politik menjadi demokrasi terpimpin.
Sejak Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 disahkan, sistem proporsional tertutup diubah menjadi sistem proporsional terbuka, dan dipakai hingga sekarang. Namun mendekati Pemilu 2024, wacana menggunakan sistem proporsional tertutup kembali menyeruak.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi salah satu partai politik yang mendukung atau pro sistem tersebut. Diberitakan Tempo, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai bahwa sistem Pemilu proporsional tertutup bisa menciptakan liberalisasi politik.
“Selanjutnya juga memberikan insentif bagi meningkatkan kinerja di DPR, dan pada saat bersamaan karena ini adalah Pemilu serentak antara Pileg dan Pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan bisa ditekan,” kata Hasto usai acara Refleksi Akhir Tahun 2022 DPP PDIP, Jumat, 30 Desember 2022.
Selain itu, dia melanjutkan, sistem proporsional tertutup bisa menekan biaya Pemilu mengingat kondisi perekonomian saat ini sedang menghadapi berbagai persoalan. Sehingga, PDIP berpandangan kiranya sistem ini bisa ditetapkan. “Tetapi, hal itu sekiranya jadi ranah dari DPR terkait hal tersebut,” ujarnya.
Argumen Kontra Sistem Proporsional Tertutup untuk Pemilu 2024
Muhammad Nizar Kherid dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021 juga menuliskan, implementasi sistem proporsional tertutup pada era Orde Baru melahirkan kekuatan oligarki kepartaian. Ini membuat nilai-nilai demokrasi kian terkikis.
Lebih-lebih, sistem proporsional tertutup untuk Pemilu pada era Orde Baru melahirkan hegemoni partai politik besar, seperti Golkar. Akibatnya, hubungan partisipasi dan aspirasi publik makin sempit. Terhitung pemerintahan Orde Baru memakai sistem ini selama enam periode Pemilu.
Sementara Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya tegas menolak diberlakukannya kembali sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Menurutnya, sistem proporsional terbuka telah menjadi bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi.
“Jika ada hal-hal strategis dan politis secara garis partai sudah jelas, kami menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya, jika ada orang yang mencatut Partai Nasdem atas kepentingan tertentu, jelas ini melanggar kebijakan partai," ujar Willy.
HARIS SETYAWAN
Baca juga : NasDem Bantah Kadernya Ajukan Gugatan ke MK Soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.