DPR Harus Bahas Perpu Cipta Kerja
Sebelumnya, Pengajar Sekolah Tiggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti mengatakan, sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Bivitri menyebut DPR harus membahas Perpu Cipta Kerja pada masa sidang setelah reses ini.
"Bisa menolak, tidak harus menerimanya," kata Bivitri saat dihubungi, Jumat, 30 Desember 2022.
Bivitri menyebut alasan penerbitan Perpu ini menggambarkan pola pikir yg benar-benar pro pengusaha dengan menabrak hal-hal prinsipil. Ia menyoroti dua kesalahan dari segi hukum.
Pertama, Putusan MK 91 Tahun 2020 memutus bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sampai 25 November 2023 atau 2 tahun setelah putusan dibaca. "Artinya, bahkan UU itu tidak bisa dilaksanakan, tidak punya daya ikat, jadi buat apa keluarkan Perpu untuk revisi sebagian ini?" kata dia.
Sehingga, Bivitri menyebut penerbitan Perpu ini menguatkan dugaannya bahwa pemerintah memang mengabaikan putusan MK. "Serta melaksanakan terus UU Cipta Kerja itu," ujarnya.
Kedua, Bivitri menyebut tidak ada kegentingan memaksa seperti yang ditentukan dalam Pasal 22 UUD 1945 yang mengatur soal Perpu, maupun seperti yang ditetapkan dalam Putusan MK 139 tahun 2009. "Jelas-jelas saat ini hanya sedang liburan akhir tahun dan masa reses DPR, tidak ada kegentingan memaksa yg membuat presiden berhak mengeluarkan Perpu," kata dia.
Untuk itu, Bivitri melihat Jokowi ingin mengambil jalan pintas dengan penerbitan Perpu. "Supaya keputusan politik pro pengusaha ini cepat keluar, menghindari pembahasan politik dan kegaduhan publik. Ini langkah culas dalam demokrasi. Pemerintah benar-benar membajak demokrasi," kata dia.
Baca juga: Penerbitan Perpu Cipta Kerja, Politikus PKS: Dalih Kondisi Global Mengada-ada
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
IMA DINI SHAFIRA | FAJAR PEBRIANTO