TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Partai NasDem Willy Aditya menyatakan bahwa tak ada kadernya yang ikut sebagai pemohon gugatan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem proposional terbuka dalam pemilihan umum. Menurut Willy, Yuwono Pintadi yang terdaftar sebagai salah satu pemohon perkara tersebut tak lagi berstatus kader partainya.
Willy menyatakan status keanggotaan Yuwono sudah berakhir sejak 2019. Oleh sebab itu, Willy menyebut gugatan yang diajukan Yuwono sifatnya pribadi, alih-alih atas nama partai.
Willy menegaskan Partai NasDem menolak sistem Pemilu proporsional tertutup. Menurut dia, pencatutan nama partai atas kepentingan individu jelas melanggar kebijakan partai.
"Jika ada hal-hal strategis dan politis secara garis partai sudah jelas, kita menolak sistem Pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya jika ada orang yang mencatut Partai NasDem atas kepentingan individu tertentu jelas ini melanggar kebijakan partai,” kata Willy dalam keterangannya, Sabtu, 31 Desember 2022.
Yuwono Pintadi tak lagi menjadi kader NasDem karena tak melakukan registrasi ulang
Dia menjelaskan, partai besutan Surya Paloh ini sudah mendigitalisasi keanggotaan partai sejak 2019. DPP NasDem juga sudah melayangkan surat edaran ihwal migrasi keanggotaan ke E-KTA.
Yuwono, menurut Willy, tidak melakukan registrasi ulang. Karena itu, dia menyatakan Yuwono sudah bukan lagi kader NasDem. Dia mengatakan Yuwono tidak punya hak mengklaim Patai NasDem dalam gugatannya ke MK.
“Bagi kader yang tidak melakukan registrasi ulang tersebut dianggap mengundurkan diri dan tidak tercatat dalam sistem keanggotaan Partai. Artinya Yuwono Pintadi bukan lagi kader NasDem karena tidak patuh terhadap surat edaran tersebut,” ujarnya.
Menurut Willy, sistem proporsional terbuka merupakan bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. Dia mengatakan sistem ini lebih partisipatif dibandingkan sistem proposional tertutup.
"Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai,” kata Willy.
Adapun gugatan uji materiil soal sistem proporsional terbuka ini diajukan ke MK pada akhir November lalu. Selain Yuwanto, pemohon perkara dari parpol adalah pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono. Selain itu, pemohon juga terdiri atas empat warga sipil yakni Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
PDIP Dukung Sistem Proporsional Tertutup
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai sistem proporsional terbuka dalam Pemilu telah menciptakan liberalisasi politik. Ia menyebut sudah melakukan penelitian khusus ihwal kondisi liberalisasi politik yang mendorong partai politik menjadi partai elektoral. Dampaknya, kata dia, muncul kapitalisasi politik, oligarki politik, hingga persaingan bebas dengan segala cara.
Oleh sebab itu, Hasto menerangkan kongres ke-V PDIP memutuskan sistem Pemilu anggota legislatif dengan proporsional tertutup bisa diterapkan sesuai dengan perintah konstitusi. Dia menjelaskan, sistem ini akan mendorong proses kaderisasi parpol dan berdampak pada pencegahan berbagai bentuk liberalisasi politik.
“Selanjutnya juga memberikan insentif bagi meningkatkan kinerja di DPR, dan pada saat bersamaan karena ini adalah Pemilu serentak antara Pileg dan Pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan bisa ditekan,” kata Hasto usai acara Refleksi Akhir Tahun 2022 DPP PDIP, Jumat, 30 Desember 2022.
Selain itu, dia melanjutkan, sistem proporsional tertutup bisa menekan biaya Pemilu mengingat kondisi perekonomian saat ini sedang menghadapi berbagai persoalan. Sehingga, PDIP berpandangan kiranya sistem ini bisa ditetapkan. Selain NasDem, sistem proporsional tertutup ini juga ditolak sejumlah partai seperti Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN).