TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Partai Buruh Said Iqbal mempertanyakan rendahnya upah masyarakat bawah dan kelas pekerja yang tidak mencerminkan situasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Pertanyaan kita sederhana, dengan kekayaan yang begitu besar, pertumbuhan ekonomi yang nggak pernah negatif di tengah dunia mengalami resesi dan tekanan dunia, mengapa upah buruhnya murah?” ujar Said saat memberikan catatan akhir tahun Partai Buruh melalui Zoom pada Jumat, 30 Desember 2022.
Selain itu, Said menilai adanya ketidaksesuaian terhadap fakta lapangan dalam laporan yang diterbitkan ILO ihwal upah buruh rata-rata Indonesia. Dalam keterangannya megacu pada laporan ILO, upah rata-rata per bulan tenaga kerja Indonesia adalah US$174. Lebih tinggi dibanding Laos dengan upah US$119 per bulan dan Kamboja sekitar US$121 per bulan.
“Partai Buruh melihat ada kesesatan dalam memberikan informasi dan tidak menyajikan ketimpangan-ketimpangan yang sebenarnya,” kata Said.
Dia juga menyinggung perihal kondisi perekonomian yang kian melambung tetapi tak kunjung menaikkan upah minimum seperti negara-negara yang disebutnya tak sekaya Indonesia seperti Singapura dan Malaysia.
“Tapi mereka semua yang upahnya di atas Indonesia itu, Malaysia, Singapura (itu) seujung kukunya Indonesia. Indonesia nomor 7 terkaya di dunia, kalau begitu siapa yang menikmati kekayaan Indonesia ini?,” tambahnya.
Melalui pidatonya, ia juga menyinggung permasalahan kesenjangan ekonomi yang menurutnya kian membesar jika mengacu pada pendekatan gini ratio dan gini index yaitu indikator tingkat ketimpangan pengeluaran secara menyeluruh.
“Kalau angka gini index atau ratio semakin besar, artinya kesenjangan antara pendapatan tertinggi dan pendapatan terendah akan makin lebar atau dengan kata lain yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Itulah faktanya di Indonesia,” tutur Said.
ALFITRIA NEFI PRATIWI
Baca: Mulai Hari Ini Hingga 7 Desember, Buruh Gelar Demo Besar-besaran Tolak Kenaikan UMP DKI Jakarta