TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Pipit Rismanto menyatakan pihaknya belum menerima pengembalian berkas Ismail Bolong cs dari Kejaksaan Agung. Berkas perkara kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur itu sebelumnya sudah dinyatakan tidak lengkap.
“Sejak berkas dikirim ke JPU, belum ada pengembalian artinya masih dalam penelitian JPU,” kata Pipit melalui pesan singkat hari ini Selasa, 27 Desember 2022.
Bareskrim Polri mengirimkan berkas Ismail ke Kejaksaan Agung pada 16 Desember 2022. Pihak Kejagung menyatakan telah menunjuk enam orang jaksa peneliti untuk mempelajari berkas perkara tersebut. Selain Ismail, terdapat dua tersangka lainnya, yaitu Budi alias BP dan Rintho alias Rp.
Empat hari berselang, Kejagung menyatakan berkas tidak lengkap dan akan dikembalikan ke penyidik alias P19. Akan tetapi hingga saat ini berkas tersebut masih mandek di Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana membenarkan bahwa berkas belum kembali dikirimkan ke Bareskrim.
“Belum, nanti kita kabari ya,” kata Ketut perihal kapan berkas akan dikembalikan dan apa saja yang harus dilengkapi penyidik Bareskrim melalui pesan singkat hari ini Selasa, 27 Desember 2022.
Ismail Bolong hanya dijerat soal tambang ilegal
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri Komisaris Besar Nurul Azizah mengatakan Ismail dalam kasus ini berperan sebagai pengatur kegiatan tambang ilegal di Kalimantan Timur. Selain itu, Ismail merupakan Komisaris dari PT Energindo Mitra Pratama (PT EMP).
Ismail diduga mengatur kegiatan penambangan ilegal di terminal khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) dan di lokasi penyimpanan batu bara hasil penambangan yang termasuk PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) PT Santan Batubara.
Untuk tersangka Budi alias BP, menurut Nurul, berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin. Untuk Rinto alias RP bertugas sebagai direktur PT Energindo Mitra Pratama.
"BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," kata Nurul.
Nurul mengungkapkan bahwa mereka bertiga dikenakan Pasal 158 dan 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan Mineral dan Batu bara. "Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar serta pasal 55 ayat 1 KUHP," ujarnya.
Selanjutnya, polisi didesak usut tuntas kasus Ismail Bolong