JAKARTA - Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2023. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR menyerahkan laporan Penetapan Prolegnas Prioritas 2023 kepada pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis, 15 Desember 2022.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi menyerahkan dokumen tersebut kepada Wakil Ketua DPR Lodewijk Paulus. Setelah menerima dokumen tersebut, Lodewijk Paulus bertanya kepada para peserta rapat paripurna apakah daftar penetapan Prolegnas Prioritas 2023 dapat disetujui. "Apakah laporan Baleg DPR RI tentang Penetapan Prolegnas Perubahan Prioritas Tahun 2022, Prolegnas Prioritas Tahun 2023, dan Prolegnas Perubahan Keempat Tahun 2020-2024 dapat disetujui?" katanya di Gedung Nusantara II DPR. Seluruh anggota dewan yang hadir menyatakan setuju.
Rapat Paripurna DPR RI menyetujui 39 rancangan undang-undang atau RUU masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2023, termasuk salah satunya RUU Kesehatan. Rinciannya, 24 RUU usulan DPR, 12 RUU usulan pemerintah, dan tiga RUU usulan DPD RI.
Mengenai RUU Kesehatan yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023, Baleg DPR telah mengundang sejumlah pihak terkait untuk memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang tersebut. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum atau RDPU, Baleg DPR telah mengundang sejumlah organisasi profesi, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI), Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI), Forum Dokter Susah Praktek, Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), dan Aliansi Telemedik Indonesia (ATENSI).
Baleg DPR juga mengundang Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi Indonesia), Perhimpunan Pengusaha Klinik Indonesia (PERKLIN). Ada pula Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), serta BPJS Kesehatan.
RUU Kesehatan memuat enam transformasi sistem kesehatan, yakni transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi sumber daya manusia kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan. Transformasi layanan primer meliputi edukasi penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder, serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan primer.
Edukasi penduduk diperlukan sebagai upaya promotif dan preventif, salah satunya dengan memperkuat puskesmas. Upaya promotif dan preventif mendorong masyarakat agar selalu menjaga kesehatan atau tidak mudah sakit, dan mengatur tata kelola kesehatan.
Transformasi layanan rujukan bertujuan meningkatkan akses dan mutu layanan sekunder dan tersier. Mekanismenya melalui pembangunan rumah sakit di kawasan timur, membuka akses kesehatan ke daerah terdepan, terluar, dan tertinggal atau 3T, membangun jejaring pengampuan layanan unggulan, kemitraan dengan world's top heathcare centers.
Terdapat dua penguatan dalam transformasi sistem ketahanan kesehatan, yakni meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan serta memperkuat ketahanan tanggap darurat. Dalam transformasi sistem pembiayaan kesehatan, perlu regulasi pembiayaan yang cukup, berkelanjutan, adil, efektif, dan efisien.
Transformasi sumber daya manusia kesehatan juga diperlukan dengan menambah kuota mahasiswa, beasiswa di dalam dan luar negeri, serta kemudahan penyetaraan tenaga kesehatan lulusan luar negeri. Untuk transformasi teknologi kesehatan meliputi pemanfaatan teknologi informasi dan bioteknologi.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Atgas mengatakan, RUU kesehatan bertujuan menciptakan arsitektur kesehatan yang mumpuni. Belajar dari apa yang terjadi selama pandemi Covid-19 pada 2020, menurut Supratman Andi Atgas, Indonesia perlu memiliki sistem kesehatan yang lebih kuat dan menyatukan para pemangku kepentingan di bidang kesehatan. "Dengan sistem dan arsitektur kesehatan yang mumpuni, pemerintah dapat lebih cepat mengambil keputusan dan penanganan pelayanan kesehatan menjadi lebih baik," katanya.
Anggota Baleg DPR sepakat dengan cita-cita RUU Kesehatan untuk memperkuat sistem kesehatan di Tanah Air. Anggota Fraksi Gerindra, Sodik Mudjahid mengatakan ada sekitar 13 undang-undang yang bisa dijadikan satu dalam RUU Kesehatan. "Transformasi sistem kesehatan dalam RUU Kesehatan ini sudah komprehensif," ujarnya. Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Mayjen TNI. Mar, (Purn) Sturman Panjaitan mengimbau agar para pemangku kepentingan di sektor kesehatan duduk bersama, berpikir jernih demi kemajuan bangsa, dan melepaskan ego sektoral. "Jangan berpikir apa yang kita inginkan, tetapi apa yang Indonesia inginkan. Sebab persoalan kesehatan adalah fundamental dan langsung dirasakan oleh masyarakat," katanya.
Anggota Fraksi Demokrat, Achmad mengatakan, RUU Kesehatan menjadi jawaban bagi para dokter WNI lulusan luar negeri untuk berpraktik di negeri sendiri. "Gara-gara terlalu lama menunggu, ada dokter WNI yang akhirnya memilih mengurus izin praktik ke Malaysia atau Singapura karena lebih mudah," katanya. "Di negara sendiri kok sulit praktik? Jangan sampai hal ini menimbulkan image kalau sekolah kedokteran di luar negeri, maka sulit kembali atau bekerja di Indonesia."
Ketua Forum Dokter Susah Praktik (FDSP) Yenni Tan mengatakan, dia dan rekan-rekannya berharap RUU Kesehatanmampu menjawab berbagai problematika dalam sistem kesehatan nasional. "Kami mendorong pembuatan RUU Kesehatan agar tidak terjadi tumpang-tindih di antara berbagai kebijakan," katanya. (*)