TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Muhammad Tio Aliansyah memastikan lembaganya bakal bekerja sesuai kewenangan, fungsi, dan tugas kala merespon laporan dugaan pelanggaran etik oleh Komisi Pemilihan Umum RI dalam proses verifikasi faktual (verfak) partai politik calon peserta Pemilu 2024. Koalisi Kawal Pemilu Bersih menyerahkan laporan dugaan pelanggaran etik tersebut ke DKPP.
Sebelum menindaklanjuti laporan koalisi, Tio berujar bahwa laporan perlu melalui proses verifikasi administrasi dan verifikasi materiil. “Kemudian kita akan lihat bagaimana isi laporan teman-teman koalisi masyarakat sipil,” kata Tio di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Desember 2022.
Ihwal dugaan pelanggaran manipulasi hasil verfak, Tio menyebut DKPP bakal bergerak secara pasif. Kendati demikian, jika laporan sudah diterima dan memenuhi syarat, maka DKPP bakal langsung bergerak sesuai tugas dan kewenangannya.
"Kita akan bekerja sesuai kewenangan kita sebagai penegak atau sebagai penjaga marwah terkait dengan etik dalam penyelenggaraan Pemilu," ujar kata dia.
Koalisi Kawal Pemilu Bersih telah melaporkan KPU ke DKPP, Rabu siang. Tim hukum koalisi, Ibnu Syamsu Hidayat, mengatakan pihaknya telah mengumpulkan bukti yang menunjukkan adanya kecurangan dalam proses verfak parpol peserta Pemilu 2024 oleh KPU.
"Kami mengumpulkan bukti yang ada, yang membuktikan adanya verfak yang kami duga curang,” kata Ibnu kepada Tempo, Rabu, 21 Desember 2022.
KPU RI Disinyalir Tekan KPU Daerah
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan koalisinya membuka posko pengaduan kecurangan verfak parpol peserta Pemilu 2024 pada pekan lalu. Hasilnya, koalisi mencatat ada 12 kabupaten dan 7 provinsi yang diduga mengikuti instruksi KPU pusat untuk berbuat curang dalam proses verfak parpol.
Kurnia menceritakan kronologi yang dialami oleh pelapor. Pada Sabtu, 5 November 2022, KPU tingkat kabupaten/kota menyerahkan hasil verfak ke KPU provinsi. Di hari berikutnya, KPU provinsi merekapitulasi hasil verfak kabupaten/kota melalui aplikasi bernama Sistem Informasi Partai Politik alias SIPOL.
Sebelum hasil rekapitulasi diumumkan, anggota KPU pusat, melalui video call, diduga mendesak KPU provinsi untuk mengubah status verifikasi faktual sejumlah parpol dari TMS menjadi MS. Kurnia mengatakan upaya tersebut sempat menghadapi kendala. Musababnya, ada petugas KPU kabupaten/kota yang tidak sepakat menjalankan instruksi buruk itu.
"Karena beberapa anggota KPU daerah tidak sepakat menjalankan instruksi buruk tersebut, sehingga strateginya diubah," kata Kurnia, Ahad, 18 Desember 2022.
KPU pusat disinyalir memerintahkan Sekretaris KPU provinsi untuk mengubah data verfak parpol. Caranya, kata Kurnia, sekretaris KPU provinsi memberi instruksi kepada operator SIPOL untuk mengubah status verfak sejumlah parpol dari TMS menjadi MS.
"Kabarnya, Sekretaris Jenderal KPU sempat komunikasi melalui video call untuk memberi instruksi disertai ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak," ujar Kurnia.
Dia menjelaskan, praktik intimidasi, intervensi, dan kecurangan ini jelas-jelas menodai asas utama tentang independensi KPU. Oleh sebab itu, koalisi mendesak KPU untuk mengaudit dan menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat data SIPOL. "Jawabannya audit SIPOLnya, biar tahu jika ada perbedaan pada tanggal-tanggal tertentu,” ujar Kurnia.
Baca Juga: Komisioner KPU Idham Holik Dilaporkan ke DKPP atas Dugaan Intimidasi Petugas KPU Daerah