TEMPO.CO, Jakarta -Terdakwa kasus perintangan penyidikan, Hendra Kurniawan, mengatakan bahwa tidak ada nama terdakwa Irfan Widyanto dalam surat perintah penyelidikan pembunuhan Brigadir J. Hendra mengungkapkan hal ini karena ia telah memiliki surat perintah penyelidikan kasus tersebut.
Hal itu disampaikan Hendra saat menjadi saksi dalam persidangan lanjutan dengan terdakwa Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat 16 Desember 2022. Pernyataan Hendra berawal saat jaksa penuntut bertanya soal adanya surat perintah tentang mengamankan CCTV di Rumah Dinas Polri Duren Tiga.
Hendra menjawab bahwa surat perintah tersebut tidak menyoal perintah mengenai penyelidikan secara spesifik. "Soal administrasi kan harus ada surat perintah, ada dikeluarkan surat perintah untuk mengamankan CCTV itu?" tanya jaksa.
"Untuk mengamankan CCTV tidak, surat perintah itu bersifat menyeluruh, menyeluruh dalam artian di situ dibunyikan untuk melakukan penyelidikan, pulbaket, klarifikasi kemudian melakukan dengan instansi terkait itu artinya umum," jawab Hendra.
Selanjutnya, jaksa kembali bertanya mengenai apakah dalam surat perintah tersebut ditujukan kepada seseorang untuk melakukan penyelidikan. "Di dalam surat perintah penyelidikan, ada tidak surat perintah ditujukan ke si A si B untuk melaksanakan surat perintah itu?"
"Di lampirannya ada nama-namanya, Pak," jawab Hendra.
Jaksa pun menanyakan apakah ada nama terdakwa Irfan Widyanto dalam surat perintah tersebut. Hendra menyebut bahwa tidak ada nama Irfan. "Ada nama-nama, apakah Saudara ingat ada nama Irfan di situ?"
"Nama Irfan tidak ada," jawab Hendra.
Irfan Widyanto tak Terima Surat Perintah
Sebelumnya, Mantan Kasubnit I Subdit III Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Irfan Widyanto mengaku tidak mengantongi surat perintah (sprin) saat mengambil DVR CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang merupakan TKP pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu disampaikan Irfan saat dicecar jaksa penuntut umum soal perintah mengamankan CCTV, yang ia klaim dari pejabat Biro Paminal Divisi Propam Polri. Ia mengaku baru mengetahui ada kejadian tembak-menembak antaranggota polisi di rumah dinas Ferdy Sambo pada 9 Juli 2022. Ia mendapat perintah untuk mengamankan CCTV. Namun saat itu ia mengira pengamanan DVR CCTV untuk kepentingan hukum.
"Saudara mengambil itu kan ada prosedur. Ya diawali ini kan bukan seketika sudah ada jeda waktu. Sudah ada perintah kepada Saudara dari Bareskrim?” tanya jaksa.
"Saya saat itu datang ke Duren Tiga atas perintah Kanit (Ari Cahya) saya langsung,” jawab Irfan.
Ajun Komisaris Besar Ari Cahya Nugraha alias Acay saat itu menjabat Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, yang merupakan atasan Irfan. “Saya tanya ada surat perintah tertulis dari Bareskrim?” kata jaksa.
"Saya tidak tahu,” jawab Irfan.
"Saudara ada memegang surat perintah dari Bareskrim untuk melaksanakan tugas itu?” kejar jaksa.
“Tidak ada,” kata Irfan dengan suara mengecil.
Irfan saat itu terdengar gugup menjawab dirinya tidak memegang sprin tertulis. Jaksa pun mengatakan sprin itu penting untuk melaksanakan perintah penyitaan. “Itu yang penting, penting sekali,” kata jaksa.
“Karena itu kewenangan Kanit saya,” kata Irfan memotong ucapan jaksa.
“Iya. Kan setiap ada tindakan hukum kan harus ada surat peringah. Oke, tidak ada surat perintah. Setelah kejadian ada tidak surat perintah menyusul kepada Saudara setelah saudara ambil (DVR). Adakah surat perintah? Ada tidak?” tanya jaksa.
"Tidak ada," jawab Irfan.
Baca Juga: Irfan Widyanto Mengira Perintah Ambil DVR CCTV Duren Tiga untuk Kepentingan Hukum