TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengembangkan penyelidikan perkara dugaan korupsi dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur yang menyeret Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak. Deputi Penindakan KPK Karyoto menyebut kasus ini menarik, lantaran terjadi kebocoran-kebocoran dana sebelum sampai ke tangan penerima.
“Pengembangan perkara ini menarik karena sudah berjalan bertahun-tahun. Tahun 2020 ada, 2021 juga ada. Kalau dikembangkan, mudah-mudahan bisa mengembalikan kerugian negara,” ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers, Kamis dini hari, 16 Desember 2022.
Dalam perkara ini, dana yang digelontorkan total senilai Rp 7,8 triliun, Karyoto berhitung, jika 20 persen mauk kantong tersangka Sahat Tua Simanjuntak dan 10 persen masuk kantong Ketua Pokmas, maka dana yang turun hanya 70 persen.
“Belum lagi nanti di kelompok-kelompok, apakah ada kebocoran?” ucap Karyoto.
“Dana yang digelontorkan Rp 7,8 triliun. Itu 20 persen untuk uang ijon, 10 persen untuk ketua Pokmas. Uangnya turun hingga 70 persen, belum lagi di kelompok-kelompok apakah ada kebocoran?” ucap Karyoto.
Sahat diduga sudah bermain sejak dua tahun lalu
Namun untuk sementara ini, KPK mengaku akan berfokus pada penanganan tersangka terlebih dahulu. Adapun selain Sahat, ketiga tersangka lainnya yakni Staf Ahli Sahat, Rusdi; Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus selaku koordinator kelompok masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid dan koordinator lapangan Pokmas Ilham Wahyudi alias Eeng. Mereka terciduk dalam OTT di Surabaya pada Rabu, 14 Desember 2022.
Dalam kasus ini, Sahat diduga sudah bermain dalam penyaluran dana hibah Pokmas sejak dua tahun lalu. Modusnya, Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan menyepakati pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Salah satu pihak yang sepakat ialah Abdukl Hamid
Di antara keduanya, diduga ada kesepatakan agar Sahat mendapat jatah 20 persen dari dana hibah yang bakal disalurkann. Sedangkan Abdul mendapat bagian 10 persen. Lewat tangan keduanya, dana hibah tersalurkan masing-masing Rp 40 miliar pada tahun 2020 dan 2021.
"Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan tahun 2024 bisa kembali diterima Pokmas, Ahmad kembali menghubungi tersangka Sahat dan bersepakat menyerahkan uang Rp 2 miliar sebagai uang ijon," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu, 13 Desember 202 ketika AH melakukan penarikan tunai Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu bank di Sampang. Uang tersebut lalu diserahkan pada IW untuk dibawa ke Surabaya dan diserahkan ke RS. Setelah itu, RS diperintah Sahat untuk menukarkannya dalam bentuk mata uang asing SGD dan USD.
"Sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan tersangka Ahmad akan diberikan pada Jumat, 16 Desember 2022," ujar Johanis.
KPK menduga Sahat menerima Rp 5 miliar dari pengurusan dana hibah untuk Pokmas. Karenanya tim penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan ihwal jumlah uang dan penggunaannya yang diterima Sahat.
Baca: Wakil Ketua DPRD Jatim Jadi Tersangka, KPK Buka Peluang Telusuri Aliran Dana ke Partai