TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum Kuat Ma'ruf memprotes dan meragukan akurasi tes poligraf yang menyimpulkan kliennya telah berbohong karena mengaku tidak melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal ini disampaikan salah satu anggota tim kuasa hukum Kuat Ma’ruf setelah saksi ahli Aji Febriyanto Arrosyid, anggota polisi yang menjabat Kepala Urusan Bidang Komputer Forensik Ahli Poligraf, menyampaikan hasil tes terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2022.
“Tadi mengenai kualitas keakuratan poligraf yang 93 persen. Berarti ada kemungkinan tidak akurat 7 persen. Nah apakah yang menyebabkan ketidakakuratan 7 persen itu?” tanya kuasa hukum.
“Tidak akurat 7 persen?” kata Aji bingung dengan maksud pertanyaan kuasa hukum.
Kuasa hukum mengulang pertanyaannya lebih rinci. Ia mengatakan sebelumnya saksi ahli menyampaikan tingkat akurasi tes poligraf hanya bisa 93 persen. Kuasa hukum menanyakan kenapa tidak bisa sampai 100 persen. Ia juga menyatakan 100 persen hanya milik Allah.
Baca juga: Tim Forensik Sebut Peluru yang Bersarang di Punggung Brigadir Yosua Identik dengan Pistol Glock-17
“100 persen hanya milik Allah SWT. Nah 7 persen ini apa penyebabnya?” kata kuasa hukum.
Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengatakan ke saksi ahli agar menjawab tidak bisa jika memang tidak bisa menjawab.
“Tidak bisa Yang Mulia,” kata Aji.
Sebelumnya Aji menjelaskan tahapan pemeriksaan poligraf dan seberapa besar tingkat akurasi tes tersebut.
Ia menjelaskan uji poligraf terhadap terdakwa menggunakan teknik Asosiasi Poligraf Amerika Serikat
“Teknik ini memiliki keakuratan di atas 93 persen,” kata Aji.
Majelis hakim pun meminta saksi ahli menjelaskan kenapa tingkat akurasi hanya 93 persen dan bagaimana 7 persen sisanya.
“Saudara jelaskan menurut standar tingkat keakuratannya 93 persen, 7 persen sisanya?” tanya hakim.
“7 persen sisanya lebih ke keahlian dari seorang pemeriksa Yang Mulia. Semakin pandai seorang pemeriksa maka nilai keakuratan pemeriksaan ini akan semakin tinggi. Untuk nilai ambang bawahnya adalah 93 persen,” papar Aji.
Aji Febriyanto Arrosyid mengatakan Kuat Ma’ruf terindikasi berbohong menurut hasil tes poligraf. Ia mengatakan Kuat menjalani pemeriksaan dua kali dengan hasil pertama +9 dan kedua -13 dalam NDI (No Deception Indicated).
"Untuk hasil +NDI tidak terindikasi berbohong," kata Aji.
Ia menjelaskan Kuat Ma’ruf diperiksa dengan dua isu berbeda. Pertanyaan pertama adalah apakah Kuat Ma’ruf memergoki persetubuhan Putri Candrawathi dan Yosua. Ia mengatakan hasil poligraf mengindikasikan jujur.
“Apa pertanyaanya?” tanya jaksa.
“Untuk saudara Kuat pertanyaannya adalah ‘kamu memergoki persetubuhan Ibu PC dan Yosua?’,” kata Aji.
“Apa jawabannya?
“Jujur.”
“Berarti apa?”
“Tidak memergoki.”
“Tidak melihat ya?”
“Iya,” jawab Aji
Adapun untuk pertanyaan kedua adalah apakah Kuat Ma’ruf melihat Ferdy Sambo menembak Yosua. Dia mengatakan, jawaban Kuat Ma’ruf berbohong.
“Jawabannya Kuat ‘tidak’. Itu hasilnya berbohong,” tutur Aji.
Kuat Ma’ruf dalam kesaksiannya di sidang mengaku tidak melihat atau mendengar Ferdy Sambo menembak Brigadir Yosua alias Brigadir J. Keterangan ini membuatnya ditegur hakim karena tidak masuk akal.
Dalam surat dakwaan, Richard menembak sekitar 3-4 kali ke depan tubuh Yosua hingga roboh tertelungkup. Kemudian Ferdy Sambo mengakhiri eksekusi dengan tembakan ke belakang kepala sebelum menembak ke dinding untuk alibi tembak-menembak antarajudan.
Eksekusi Yosua berlangsung antara pukul 17.11-17.16 ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Ferdy Sambo memegang leher belakang Yosua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu.
Yosua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua melawan. Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk berjaga-jaga apabila Yosua melawan. Adapun Putri Candrawathi berada di kamar lantai satu yang hanya berjarak tiga meter dari posisi Brigadir J.